BAB II
PEMBAHASAN
A. Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM)
LSM adalah sebuah organisasi yang didirikan pereorngan
ataupun sekelompok orang yang secara sukarela memberikan pelayanan kepada
masyarakat tanpa bertunjuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatan tersebut.
Jenis dan kategroi LSM, yakni Organisasi Donor, Organisasi Mitra Pemerintah,
Organisasi Profesional, serta Organisasi Oposisi.
Secara
garis besar dari sekian banyak organisasi non pemerintah yang ada dapat di
kategorikan sbb :
- Organisasi donor, adalah organisasi non pemerintah yang memberikan dukungan biaya bagi kegiatan ornop lain.
- Organisasi mitra pemerintah, adalah organisasi non pemerintah yang melakukan kegiatan dengan bermitra dengan pemerintah dalam menjalankan kegiatanya.
- Organisasi profesional, adalah organisasi non pemerintah yang melakukan kegiatan berdasarkan kemampuan profesional tertentu seperti ornop pendidikan, ornop bantuan hukum, ornop jurnalisme, ornop kesehatan, ornop pengembangan ekonomi dll.
- Organisasi oposisi, adalah organisasi non pemerintah yang melakukan kegiatan dengan memilih untuk menjadi penyeimbang dari kebijakan pemerintah. Ornop ini bertindak melakukan kritik dan pengawasan terhadap keberlangsungan kegiatan pemerintah
LSM sebagai suatu organisasi, khususnya organisasi non laba
/ non profit, sebenarnya tidak berbeda jauh dengan ormas, koperasi partai,
bahkan dengan perusahaan. Sebagai suatu organisasi maka apa yang diharapkan
adalah mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Untuk mencapai tujuannya
tersebut maka organisasi perlu dikelola dengan baik.
Perjalanan LSM di Indonesia pada awal kemunculannya melalui
perspektif sejarah dan mengacu pada pembagian generasi, ada yang berpendapat
bahwa cikal-bakal LSM di Indonesia telah ada sejak pra-kemerdekaan. Lahir dalam
bentuk lembaga keagamaan yang sifatnya sosial/amal. LSM di Indonesia dalam
praktiknya juga masih terkungkung dalam wacana pembagunanisme (developmentalisme)
yang tidak kritis terhadap masalah-masalah ketimpangan struktural, kelangkaan
partisipasi, dan ketergantungan terhadap kekuatan diluar.
Tahun 50-an tercatat muncul LSM yang kegiatannya bersifat
alternatif terhadap program pemerintah, dua pelopornya adalah LSD (Lembaga
Sosial Desa) dan Perkumpulan Keluarga Kesejahteraan Sosial. Tahun 60-an lahir
beberapa lembaga yang bergerak terutama dalam pengembangan pedesaan. Pada kurun
waktu ini pula, lembaga-lembaga ini merintis jaringan kerjasama nasional, misal
lahir Yayasan Sosial Tani Membangun yang kemudian berkembang menjadi Bina Desa,
Bina Swadaya.
Dalam hal peranannya sebagai organisasi yang mempunyai peran
non-politik, LSM dinilai mampu melakukan pemberdayaan kepada masyarakat dalam
hal penanggulangan kemiskinan. Beberapa LSM tahun 70-an yang terus senantiasa
aktif melakukan pendampingan dan pemberdayaan terhadap masyarakat lemah /
miskin adalah YLBHI, INFID, LP3ES, WALHI, JPPR, YTBI, dan lain-lain.
Permasalahan utama yang sangat mendasar dalam hal
pemberdayaan masyarakat oleh LSM adalah stigma LSM yang tumbuh disebagian benak
masyarakat yang masih menaruh curiga terhadap kehadiran dan aktivitas dari LSM.
Pada satu sisi LSM dipersepsikan alat bagi neo liberalisme atau agen Negara
Asing, hal ini dikarenakan sebagian besar dana kegiatan-kegiatan yang dilakukan
LSM di Indonesia di danai oleh negara asing dan tentunya ada beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi oleh NGO untuk memperoleh dana tersebut. Disisi
lain, sampai saat ini tidak ada mekanisme pertanggungjawaban LSM terhadap
masyarakat.
Dalam penjelasannya, LSM mencakup antara lain :
1. Kelompok profesi yang berdasarkan
profesinya tergerak menangani masalah lingkungan.
2. Kelompok hobi yang mencintai
kehidupan alam terdorong untuk melestarikannya.
3. Kelompok minat yang berminat untuk
membuat sesuatu bagi pengembangan lingkungan hidup.
Batasan
fungsi dan peran LSM dibandingkan dengan pengertian aslinya (dalam arti NGO)
menjadi teredusir. Karena keberadaan LSM terutama saat ORBA sarat dengan
intervensi pemerintah, maka ada beberapa LSM yang kemudian dalam pergerakannya
memakai bentuk Yayasan, karena Yayasan lebih fleksibel.
Sampai saat ini, peran pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat masih terbatas
dan belum mampu sepenuhnya dalam penanggulangan kemiskinan. Disinilah perlunya
peran dan keterlibatan LSM dalam melaksanakan program dan pemberdayaan
masyarakat. Untuk itu, diperlukan pula reposisi LSM di tengah masyarakat dalam
pemberdayaan masyarakat dalam bentuk :
1. LSM perlu memfasislitasi tumbuh
kembangnya kelembagaan rakyat yang kuat, yang bersifat sektoral, seperti pada
organisasi buruh, petani, masyarakat adat, dan lain-lain.
2. LSM perlu tampil ke publik luas,
dalam arti semakin “go public” ke masyarakat, sehingga posisi dan
perannya mampu lebih dirasakan oleh masyarakat. Ini bisa dilakukan melalui
penyebaran brosur, pertemuan dengan masyarakat,kerja sama dengan media cetak-elektronik
seluas-luasnya
3. LSM perlu semakin aktif dalam membangun
hubungan dengan berbagai elemen masyarakat sipil lainnya. Seperti media massa,
mahasiswa, serikat buruh, petani, partai politik dengan tetap mengedepankan
nilai dan sikap non-partisan.
4. Perlunya penguatan LSM sebagai
sebuah entitas dan komunitas yang spesifik di dalam masyarakat sipil, dan
penguatan institusionalisasi LSM dalam hal eksistensi, sumber daya manusia,
sarana, dana, dan manajemen. LSM juga perlu lebih membuka diri untuk menjadi
organisasi yang lebih berakar di masyarakat.
5. LSM juga dituntut untuk senantiasa
membenahi kondisi internal dalam tubuh. Organisasinya, mengingat ini seringkali
tidak diperlihatkan dalam forum evaluasi oleh LSM yang bersangkutan.
Untuk
masa mendatang, hubungan antara LSM dengan kelembagaan lokal perlu dieratkan
karena lembaga di tingkat lokal adalah kekuatan yang potensial bagi LSM sebagai
organisasi yang indenpenden.
Dari refleksi yang dilakukan oleh LSM di Philipina (IIRR,1997) ada beberapa
alasan mengapa kinerja atau kualitas organisasi menjadi penting, yaitu karena :
1. Kemampuan berkompetisi atau bersaing
dengan LSM lain semakin besar sebagai akibat semakin mengecilnya jumlah dana
dan lembaga donor serta sumberdaya-sumberdaya lain,
2. Kemampuan mengadaptasi perubahan
lingkungan yang cepat dengan tanpa kehilangan relevansi atau indentitas
masing-masing organisasi,
3. Meningkatnya kualitas program dan
pelayanan yang lebih berfokus, berdampak dan juga luas atau besar.
Apa
yang direfleksikan oleh LSM di Philipina tersebut sebenarnya sama dengan yang
dialami oleh LSM-LSM di Indonesia.
Kepemimpinan yang efektif mendorong keterlibatan dan partisipasi dari anggota,
staf, serta konstituen LSM dalam seluruh kegiatan LSM untuk menjamin kesuksesan
dan keberlanjutan (keberlangsungan) program dan organisasi. Anggota dan
konstituen LSM perlu bekerjasama dengan eksekutif dan pengurus yayasan dalam
menentukan dan membuat VISI organisasi, mengidentifikasi MISI yang akan dipilih
untuk mencapai visi serta menentukan sasaran yang obyektif dan realitis.
Sumber daya manusia mempunyai arti semua orang yang terlibat dalam kerja LSM,
yaitu eksekutif, staff, anggota, volunteer, konstituen, donor, dan pengurus yayasan.
LSM perlu memberi insentif yang bervariasi untuk penghargaan yang sesuai dengan
motivasi kerjanya dan juga siap memberi sanksi. Setiap LSM mempunyai budaya.
Budaya ini dimunculkan dalam bagaimana bekerja, berpikir, serta berperasaan
untuk mencapai misi dan respon (tanggapan) terhadap situasi yang mempengaruhi
tujuan, program, dan pelaksanaannya.
Sistem dan prosedur keuangan harus terintegrasi dengan rencana strategis dan
rencana operasional dari suatu LSM, dan harus juga sesuai dengan kebutuhan
donor, serta konstituen. Suatu LSM perlu memiliki sumberdaya keuangan yang
bervariasi. Telah tumbuh kesadaran dalam LSM untuk memiliki donor yang
bervariasi, mengembangkan alternatif sumberdaya dalam komunitas mereka
(misalnya bantuan dalam bentuk barang dan pembayaran untuk layanan yang diberikan),
dan membangun kerjasama dengan perusahaan.
Indikator paling kuat untuk menilai efektivitas dan kesuksesan dari suatu LSM
adalah kualitas layanan mereka, yaitu layanan yang sesuai diberikan dalam suatu
pembiayaan yang selalu efisien. Dalam membangun hubungan kerjasama yang positif
dalam konteks yang lebih besar, LSM harus dikenal oleh pihak-pihak yang tepat
di dalam suatu masyarakat, menjaga kinerjanya, serta memperluas pengaruhnya
melalui kerjasama dengan pemerintah, jaringan donor, dan LSM lain yang bekerja
dalam sektor dan wilayah yang sama.
0 comments:
Post a Comment