About

Sunday 18 November 2018

Metode Dakwah

Daftar Isi KATA PENGANTAR 1 BAB I 3 PENDAHULUAN 3 A. Latar Belakang Masalah 3 B. Pembatasan Masalah 3 C. Rumusan Masalah 4 D. Tujuan Penulisan 4 BAB II 5 PEMBAHASAN 5 A. Metode Dakwah 5 B. Fungsi Dakwah 6 C. Pengembangan Metode Dakwah 7 BAB III 12 PENUTUP 12 Kesimpulan 12 DAFTAR PUSTAKA 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam tugas penyampaian dakwah Islamiyah, seorang da’i sebagai subjek dakwah memerlukan seperangkat pengetahuan dan kecakapan dalam bidang metode. Dengan mengetahui metode dakwah, penyampaian dakwah dapat mengenai sasaran, dan dakwah dapat diterima oleh ma’u dengan mudah karena penggunaan metode yang tepat sasaran. Seorang da’i dalam menentukan metode dakwahnya sangat memerlukan pengetahuan dan kecakapan di bidang metodologi. Selain itu, pola berpikir dengan pendekatan sistem (approach system), dimana dakwah merupakan suatu sistem, dan metodologi merupakan salah satu dimensinya, maka metodologi mempunyai peranan dan kedudukan yang sejajar dan sederajat dengan unsur-unsur lainnya seperti tujuan dakwah, objek dakwah, subjek dakwah maupun kelengkapan dakwah lainnya. Dengan menguasai metode dakwah, maka pesan-pesan dakwah yang disampaikan seorang da’i kepada mad’u sebagai penerima atau objek dakwah akan mudah dicerna dan diterima dengan baik. Mengacu pada ulasan di atas maka penulis berproses kreatif untuk menulis makalah yang berjudul “Fungsi Metode Dakwah dalam Pengembangan Dakwah”. B. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah ini dimaksudkan agar karya penulis tidak terlalu luas pembahasannya sehingga penjelasan penulis tidak terlalu mendalam. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis akan membahas tentang prinsip metode dakwah berdasarkan al-Qur’an dan hadits. C. Rumusan Masalah Dalam penyusunan makalah ini pokok permasalahan yang akan dirumuskan oleh penulis adalah sebagai berikut: 1. Apa saja metode dakwah? 2. Apa fungsi dakwah? 3. Apa saja metode pengembangan dakwah? D. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui metode dakwah dakwah 2. Mengetahui fungsi dakwah 3. Mengetahui metode pengembangan dakwah BAB II PEMBAHASAN A. Metode Dakwah Secara etimologi, metode berasal dari Bahasa Yunani metodos yang artinya cara atau jalan. Jadi, metode dakwah adalah jalan atau cara untuk mencapai tujuan dakwah yang dilaksanakan secara efektif dan efisien. Dalam rangka dakwah Islamiyah agar massyarakat dapat menerima dakwah dengan lapang dada, tulus, dan ikhlas maka penyampaian dakwah harus melihat situasi dan kondisi masyarakat objek dakwah. Kalau tidak, maka dakwah tidak dapat berhasil dan tidak tepat guna. Di sini diperlukan metode yang efektif dan efisien untuk diterapkan dalam tugas dakwah. Dakwah memiliki cakupan luas, sebab jika mengacu pada tradisi Rasulullah, seluruh segi kehidupan yang ditempunya adalah cakupan dakwah. Dakwah merupakan aktualisasi iman yang mengambil bentuk berupa suatu sistem kegiatan manusia dalam bidang kemasyarakatan, yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, cara berpikir, dan bersikap secara Islami, baik hiasan maupun perbuatan. Dakwah adalah sentuhan-sentuhan psikologis dan sosiologis dengan realitas yang ada, sehingga dakwah mampu memberi dasar filosofi, arah, dorongan, dan pedoman perubahan masyarakat sampai terwujudnya masyarakat yang Islami, yakni berupa individu-individu yang memahami dan melaksanakan agama, keluarga yang sakinah, mawaddah warahmah, masyarakat yang martabat, serta ujungnya adalah negara yang thayyibah. Landasan umum mengenai metode dakwah adalah al-Qur’an Surah An-Nahl ayat 125, yaitu: ادْعُ اِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحَكْمَةِ وَ الْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بالَّتِى هِيَ اَحْسَنُ , اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِه وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ. Artinya: “Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik,dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk” B. Fungsi Dakwah Islam adalah ajaran Allah SWT yang sempurna dan diturunkan untuk mengatur kehidupan individu dan masyarakat. Akan tetapi, kesempurnaan ajaran Islam hanya merupakan ide dan angan-angan saja jika ajaran yang baik itu tidak disampaikan kepada manusia. Lebih-lebih ajaran tersebut tidak diamalkan dalam kehidupan manusia. Oleh sebab itu, dakwah merupakan aktifitas yang sangat penting untuk menyampaikan ajaran Islam sehingga Islam dapat diketahui, dihayati, dan diamalkan oleh manusia dari generasi ke generasi berikutnya dalam kehidupan. sebaliknya, tanpa dakwah terputuslah generasi manusia yang mengamalkan Islam dan selanjutnya Islam akan lenyap dari permukaan bumi. Oleh karena itu, dakwah sangat penting dan dapat diuraikan beberapa fungsi dakwah sebagai berikut: 1. Dakwah berfungsi untuk menyebarkan Islam kepada manusia sebagai individu dan masyarakat sehingga mereka merasakan rahmat Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin bagi seluruh makhluk Allah SWT. Tertera dalam QS. Al-Anbiya: 108; قل إنما يوحى إلي أنما إلهكم إله واحد فهل انتم مسلمون Artinya : Katakanlah : “Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah: “Bahwasanya Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka hendaklah kamu berserah diri (kepada-Nya)”. 2. Dakwah berfungsi melestarikan nilai-nilai Islam dari generasi ke generasi kaum muslimin berikutnya sehingga kelangsungan ajaran Islam beserta pemeluknya dari generasi ke generasi berikutnya tidak terputus. Dimana sejarah membuktikan bahwa makin lama, nilai-nilai dan ukuran moral semakin menghilang dari kehidupan bangsa, meskipun segala usaha telah dikerahkan, baik oleh para reformer maupun oleh para pemimpin. Segala cara telah ditempuh, namun berakhir dengan kegagalan. Gejala demikian dalam kenyataannya merupakan bukti bahwa kebudayaan ateis telah membenamkan bahtera kemanusiaanejala demikian dalam kenyataannya merupakan bukti bahwa kebudayaan ateis telah membenamkan bahtera kemanusiaan ke dalam lumpur yang menyesatkan perjalanannya. Tiada penyelesaian terhadap krisis demikian kecuali, dengan kembali pada kebesaran Allah, dan mengakui serta meyakini akan pentingnya bagi kehidupan. menurut Waheeduddin Khan, inilah satu-satunya landasan yang bisa menolong untuk menggerakkan kehidupan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, dan bukan landasan lain. 3. Dakwah berfungsi korektif artinya meluruskan akhlak yang bengkok, mencegah kemungkaran dan mengeluarkan manusia dari kegelapan rohani. Imanlah unsur satu-satunya yang mampu mengubah jiwa-jiwa secara sempurna dan membentuk manusia yang Imanlah unsur satu-satunya yang mampu mengubah jiwa-jiwa secara sempurna dan membentuk manusia yang berakhlak lurus serta menjauhkan manusia dari kegelapan. Oleh sebab itu, berdakwah dalam rangka menanamkan keimananleh sebab itu, berdakwah dalam rangka menanamkan keimananlah sebab itu, berdakwah dalam rangka menanamkan rasa keimanan dalam konsep Islam sama halnya dengan mengkomunikasikan iman sendiri kepada orang lain sehingga mereka menjadi manusia yang muslim dan mukmin. C. Pengembangan Metode Dakwah Dakwah bisa dilakukan dengan bebagai cara, selama cara-cara yang dilakukan itu baik dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Secara umum, menurut Dindin Solahudin, dkk, ada beberapa cara dakwah yang bisa dipraktikkan para da’i, terutama para muballigh, yakni: 1. Metode mengemukakan kisah (narative method) 2. Metode nasihat panutan (advision method) 3. Metode pembiasaan (tradition method) Apabila ditinjau dari sudut pandang yang lain,metode dakwah dapat dilakukan pada berbagai metode yang lazim dilakukan dalam pelaksanaan dakwah. Metode-metode tersebut adalah sebagai berikut: 1. Metode Ceramah Metode ceramah adalah metode yang dilakukuan dengan maksud untuk menyampaikan keterangan, petunjuk, pengertian, dan penjelasan tentang sesuatu kepada pendengar dengan menggunakan lisan. 2. Metode Tanya Jawab Metode tanya jawab adalah metode yang dilakukan dengan menggunakan tanya jawab untuk mengetahui sampai sejauh mana ingatanatau pikiran seseorang dalam memahami atau menguasai materi dakwah, disamping itu, juga untuk merangsang perhatian penerima dakwah. 3. Metode Diskusi Diskusi sering dimaksudkan sebagai pertukaran pikiran (gagasan, pendapat, dan sebagainya) antara sejumlah orang secara lisan membahas suatu masalah tertentu yang dilaksanakan dengan teratur dan bertujuan untuk memperoleh kebenaran. 4. Metode Propaganda (Di’ayah) Metode propagana adalah suatu upaya untuk menyiarkan Islam dengan cara mempengaruhidan membujuk massa secara massal, persuasuif, dan bersifat otoritatif. 5. Metode Keteladanan Dakwah dengan menggunkana metode keteladanan atau demonstrasi berarti suatu cara penyajian dakwah dengan memberikan keteladanan langsung sehingga mad’u akan tertarik untuk mengikuti kepada apa yang dicontohkannya. 6. Metode Drama Dakwah dengan menggunakan metode drama adalah suatu cara menjajakan materi dakwah dengan mempertunjukkan dan mempertontonkan kepada mad’u agar dakwah dapat tercapai sesuai yang ditargetkan. 7. Metode Silaturrahim (Home Visit) Dakwah dengan menggunakan metode home visit atau silaturrahim yaitu dakwah yang dilakukan dengan mengadakan kunjungan kepada suatu objek tertentu dalam rangka menyampaikan isi dakwah kepada penerima dakwah. Sedangkan yang dimaksud dengan pengembangan metode dakwah adalah pengembangan yang terarah dan bermetodik artinya menggunakan metode penelitian ilmiah yang sudah ada, karena pengembangan ilmu hanya dapat dilakukan dengan penelitian baik melalui library research (riset kepustakaaan), maupun field research (riset lapangan/empiris). Ilmu komunikasi adalah suatu ilmu yang baru saja dikenal dalam peradaban manusia, walaupun manusia telah melakukannya sejak mereka mendiami bola bumi ini. Komunikasi agama(dakwah) telah dilakukan oleh para Rasul Allah. Didalam Al-Qur’an ditemukan cerita dakwah mereka, dan kisah mereka telah dibukukan dalam kitab qisash ‘lal anbiya. Jadi dakwah pun sudah berusia lama. Adapun dakwah islamiyah yang di dakwahkan oleh Nabi Muhammad SAW dilakukan sejak beliau diangkat menjadi Rasul. Komunikasi agama (dakwah) masa sekarang kiranya dapat dikembangkan melalui pengkajian dari dua sisi: (1) bagaimana kepercayaan agama, norma, nilai, dan kebajikannya berada di dalam pesan dakwah dan (2) Pengkajian terhadap alternatif dan sarana bagi penyampaian pesan dakwah itu kepada manusia, baik yang bermuatan kepercayaan, norma, nilai, mauppun kebajikan. Secara umum metode penyelidikan ilmiah dalam buku “filsafat ilmu pengetahuan” disebutkan dua metode yaitu: 1) Metode siklus empirik, yaitu cara-cara penanganan sesuatu objek ilmiah tertentu yang dialakukan dalam ruang-ruang tetutup, seperti dalam laboratorium-laboratorium, dalam kamar-kamar kerja ilmiah, dalam studio-studio ilmiah dan sebagainya. 2) Metode Linier, yaitu cara-cara penanganan sesuatu objek ilmiah tertentu yang terdapat dan dilakukan di alam terbuka, khususnya yang menyangkut perikehidupan atau tingkah laku manusia. Dakwah adalah sesuatu suatu kegiatan penyampaian ajaran islam dari seseorang kapada orang lain yang berarti termasuk tingkah laku manusia sebagaimana yang diselidiki dengan metode linear diatas. Aktifitas dakwah seperti ini telah ada sejak berabad-abad yang lampau sampai sekarang. Sejak diturunkanya rosulullah dipermukaan bumi ini dakwah telah dilaksanakan dan itu berlangsung sampai sekarang dengan berbagai variasinya. Dengan kenyataan diatas maka jika suatu penyelidikan mengenai dakwah dengan sekat problemmatikanya menajdi suatu ilmu pengetahuan tentang dakwah atau dengan maksud mengembangkan ilmu tersebut maka penyelidikannya dapat dilakukan secara historis maupun secara empiris. 1. Penyelidikan Historis Drs. S. Imam Asy’ari mengatakan bahwa metode sejarah (historika) itu adalah menganalisis kedudukan keadaan yang terdapat sekali berlalu dengan menyatakan kausalitas atau sebab-akibatnya. Meneliti peristiwa-peristiwa, proses-proses dan lembaga-lembaga peradaban manusia masa silam dengan tujuan untuk mendapatkan untuk gambaran yang tepat tentang kehidupan manusia waktu itu. Bentuk-bentuk sosial sekarang, kebiasaan-kebiasaan atau cara hidup kita mempunyai akar-akarnya di masa lalu, karena itu dasar cita tersebut dapat diterangkan dengan paling baik melacaknya kembali dari sumber-sumbernya. Yang menjadi sorotan utama adalah dalam penyelidikan historis dakwah ini adalah bentuk-bentuk dakwah yang telah dilaksanakan pada masa lampau terutama dakwah pada masa-masa Rasulullah, dakwah pada masa khulafaurrosyidin serta dakwah pada masa berikutnya baik di masa kejayaan islam maupun kemerosotannya. Dakwah islam yang ada sekarang ini mempunyai kaitan yang erat dengan dakwah islam pada masa-masa silam tersebut. 2. Penyelidikan empiris Penelitian empiris ini ditujukan kepada segala bentuk aktifitas dakwah islam yang dilaksanakan pada saat ini dengan segala problematikanya. Data-data yang lengkap mengenai dakwah yang telah dipeorleh baik secara historis maupun secara empiris kemudian dianalisis sehingga menelorkan beberapa teori tentang dakwah yang dikembangkan lebih lanjut dalam ilmu dakwah. Segi-segi dakwah yang disoroti dalam penelitian ini adalah mengenai unsur-unsur yang mesti ada dalam setiap pelaksanakan dakwah yaitu mengenai subjek dakwah (da`i), penerima dakwah, isi dakwah, media dakwah, serta pengaruh yang ditimbulkanya terhadap sikap dan tingkah laku keagamaan individu dan masyarakat yang menerimanya (internalisasi nilai-nilai agama).penelitian secara historis dan empiris mengenai dakwah dengan unsur-unsurnya diatas sudah barang tentu memerlukan ilmu bantu antara lain penelitian,(metodologi riset) dan untuk mempermudah dan mempertajam analisisnya dapat dipakai ilmu sosial yang lain seperti sosiologi, antropologi, psikologi dan sebagainya yang disesuaikan dengan permasaalahan yang dikaji. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dakwah berfungsi untuk menyebarkan Islam kepada manusia sebagai individu dan masyarakat sehingga mereka merasakan rahmat Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin bagi seluruh makhluk Allah SWT. Dakwah juga berfungsi melestarikan nilai-nilai Islam dari generasi ke generasi kaum muslimin berikutnya sehingga kelangsungan ajaran Islam beserta pemeluknya dari generasi ke generasi berikutnya tidak terputus. Pengembangan metode dakwah adalah pengembangan yang terarah dan bermetodik artinya menggunakan metode penelitian ilmiah yang sudah ada, karena pengembangan ilmu hanya dapat dilakukan dengan penelitian baik melalui library research (riset kepustakaaan), maupun field research (riset lapangan/empiris). Ilmu komunikasi adalah suatu ilmu yang baru saja dikenal dalam peradaban manusia, walaupun manusia telah melakukannya sejak mereka mendiami bola bumi ini. Komunikasi agama(dakwah) telah dilakukan oleh para Rasul Allah. Didalam Al-Qur’an ditemukan cerita dakwah mereka, dan kisah mereka telah dibukukan dalam kitab qisash ‘lal anbiya. Jadi dakwah pun sudah berusia lama. Adapun dakwah islamiyah yang di dakwahkan oleh Nabi Muhammad SAW dilakukan sejak beliau diangkat menjadi Rasul. Dengan kenyataan diatas maka jika suatu penyelidikan mengenai dakwah dengan sekat problemmatikanya menajdi suatu ilmu pengetahuan tentang dakwah atau dengan maksud mengembangkan ilmu tersebut maka penyelidikannya dapat dilakukan secara historis maupun secara empiris. B. Kritik dan Saran Dalam kehidupan tidak adalah yang sempurna, kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Maka dari itu kami selaku makhluk ciptaan-Nya merasa sangat memilliki kekurangan dan kekhilafan, kritik dan saran merupakan hal yang sangat diharapkan oleh penulis untuk mengurangi kekurang dan mengoreksi kesalahan. DAFTAR PUSTAKA Aziz, Moh. Ali, Ilmu Dakwah, Jakarta: Kencana, 2004 Suhandang, Kustadi, Ilmu Dakwah, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013 Solahudin, Dindin, dkk., Kajian Dakwah Multiperspektif; Teori, Metodologi, Problem, dan Aplikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014 Hasan, Mohammad, Pengembangan Ilmu Dakwah,(Surabaya: Pena Salsabila, 2013) hlm. 137 Suhandang, Kustadi, Ilmu Dakwah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 27

Thursday 8 November 2018

Pendekatan Saintifik

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Scientific dalam Pembelajaran Sejalan diawalinya penerapan kurikulum 2013, istilah pendekatan ilmiah atau pendekatan saintifik, atau scientific approach menjadi bahan pembahasan yang menarik perhatian para pendidik. Penerapan pendekatan ini menjadi tantangan guru melalui pengembangan aktivitas siswa, yaitu mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar, dan mencipta. Tujuh aktivitas dalam mengembangkan keterampilan berpikir untuk mengembangkan ingin tahu siswa. Dengan itu diharapkan siswa termotivasi untuk mengamati fenomena yang terdapat di sekitarnya, mencatat atau mengidentifikasi fakta, lalu merumuskan masalah yang ingin diketahuinya dalam pernyataan menanya. Dari langkah ini diharapkan siswa mampu merumuskan masalah atau merumuskan hal yang ingin diketahuinya. Pendekatan scientific dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber observasi, bukan diberi tahu. Menurut Sudarwan, pendekatan scientific bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Lalu bagaimanakah kriteria sebuah pendekatan pembelajaran sehingga dapat dikatakan sebagai pendekatan ilmiah? Berikut tujuh kriteria sebuah pendekatan pembelajaran dapat dikatakan sebagai pembelajaran scientific. 1. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu, bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata. 2. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis. 3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, dan memecahkan masalah, serta mengaplikasikan materi pembelajaran. 4. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran. 5. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran. 6. Berbasis pada konsep, teori dan fakta empiris yang dapat dipertanggung jawabkan. 7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas namun menarik sistem penyajiannya. Dalam majalah Forum Kebijakan Ilmiah yang terbit di Amerika pada tahun 2004, sebagaimana dikutip Wikipedia, menyatakan bahwa pembelajaran ilmiah mencakup strategi pembelajaran siswa aktif yang mengintegrasikan siswa dalam proses berpikir dan penggunaan metode yang teruji secara ilmiah, sehingga dapat membedakan kemampuan siswa yang bervariasi. Penerapan metode ilmiah membantu guru mengidentifikasi perbedaan kemampuan siswa. Pada penerbitan berikutnya, tahun 2007, dinyatakan bahwa penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran harus memenuhi tiga prinsip utama, yaitu: 1. Belajar siswa aktif. Dalam hal ini termasuk inquiry-based learning atau belajar berbasis penelitian, cooperative learning atau belajar kelompok, dan belajar berpusat pada siswa. 2. Assessment. Berarti pengukuran kemajuan belajar siswa yang dibandingkan dengan target pencapaian tujuan belajar. 3. Keberagaman. Mengandung makna bahwa dalam pendekatan ilmiah mengembangkan pendekatan keragaman. Pendekatan ini membawa konsekuensi siswa unik, kelompok siswa unik, termasuk keunikan dari kompetensi, materi, instruktur, pendekatan dan metode mengajar, serta konteks. B. Esensi Pendekatan Ilmiah Pendekatan pembelajaran ilmiah menekankan pada pentingnya kolaborasi dan kerja sama di antara peserta didik dalam menyelesaikan setiap permasalahan dalam pembelajaran. Oleh karena itu, guru sedapat mungkin menciptakan pembelajaran selain dengan tetap mengacu pada standar proses di mana pembelajarannya diciptakan dengan suasana yang memuat eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, juga dengan mengedepankan kondisi peserta didik yang berperilaku ilmiah dengan bersama-sama diajak mengamati, menanya, menalar, merumuskan, menyimpulkan, dan mengomunikasikan. Dengan demikian, peserta didik akan menguasai materi yang dipelajari dengan baik dan benar. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan penalaran induktif (inductive reasoning) ketimbang penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran indukif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (methode of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu, metode ilmiah umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau eksprimen, mengolah informasi atau data, menganalis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis. Pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah itu lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan pembelajaran tradisional. Hasil penelitian membuktikan bahwa pada pembelajaran tradisional, retensi informasi dari guru sebesar 10 persen setelah 15 menit dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 25 persen. Pada pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, retensi informasi dari guru sebesar lebih dari 90 persen setelah dua hari dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 50-70 persen. Pada hakikatnya, sebuah proses pembelajaran yang dilakukan di kelas-kelas bisa kita padankan sebagai sebuah proses ilmiah. Oleh sebab itulah dalam kurikulum 2013 diamanatkan tentang apa sebenarnya esensi dari pendekatan saintifik pada kegiatan pembelajaran. Ada sebuah keyakinan bahwa pendekatan ilmiah merupakan sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik C. Unsur-Unsur Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah Materi pedoman implementasi kurikulum 2013 yang dikeluarkan oleh Kemendikbud dijelaskan bahwa kegiatan pembelajaran pada kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologis) yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas “menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas “mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, mencipta”. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas “mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta”. Baik kompetensi sikap, pengetahuan, maupun keterampilan harus berjalan secara seimbang sehingga peserta didik mampu memiliki ketiga ranah tersebut. Harapannya setelah selesai menempuh bangku pendidikan peserta didik mempunyai kemampuan hard skills dan soft skills yang mumpuni. Metode ilmiah merupakan teknik merumuskan pertanyaan dan menjawab pertanyaan melalui kegiatan observasi, mencoba melaksanakan aktivitas, atau melaksanakan percobaan. Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran semua mata pelajaran meliputi menggali informasi, menyajikan data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-siafat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat non-ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran. 1. Mengamati Kegiatan mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media objek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang dan pelaksanaannya cukup mudah. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peseta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek yang dianalisis dengan materi pemebelajaran yang digunakan oleh guru. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah seperti berikut ini. a. Menentukan objek yang akan diobservasi. b. Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi. c. Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder. d. Menentukan dimana tempat objek yang akan diobservasi. e. Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar. f. Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi, seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya. Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh guru dan peserta didik selama observasi pembelajaran, yaitu: • Cermat, objektif, dan jujur serta terfokus pada objek yang diobservasi untuk kepentingan pembelajaran. • Banyak atau sedikit serta homogenitas atau heterogenitas subjek, objek, atau situasi yang diobservasi.makin banyak dan heterogen subjek, objek atau situasi yang diobservasi, makin sulit kegiatan observasi itu dilakukan. Sebelum observasi dilaksanakan, guru dan peserta didik sebaiknya menentukan dan menyepakati cara dan prosedur pengamatan. • Guru dan peserta didik perlu memahami apa yang hendak dicatat, direkam, dan sejenisnya, serta bagaimana membuat catatan atas perolehan observasi. Dalam kegiatan mengamati, guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, mengamati, membaca, mendengar, menyimak (tanpa dan dengan alat). 2. Menanya Guru harus mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhnya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik. Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyata, pertanyaan dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal. Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk: 1) Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi. 2) Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar. 3) Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu. 4) Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan. 5) Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.  Kriteria Pertanyaan yang baik Berikut ini merupakan beberapa kriteria pertanyaan yang baik, sebagai patokan untuk bertanya dalam proses pembelajaran. 1) Singkat dan jelas 2) Menginspirasi jawaban 3) Memiliki fokus 4) Bersifat probing atau divergen 5) Bersifat validatif atau penguatan 6) Memberi kesempatan peserta didik untuk berpiikir ulang 7) Merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif 8) Merangsang proses interaksi 3. Menalar a. Esensi menalar Menalar adalah salah satu istilah dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penalaran non ilmiah tidak selalu tidak bermanfaat. Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating, bukan merupakan terjemahan dari reasoning, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemampuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragan peristiwa untuk kemudian memasukkannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia. Proses itu ddikenal sebagai asosiasi atau menalar. b. Cara menalar Terdapat dua cara menalar, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari fenomena atau atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum. Jadi, menalar secara induktif adalah proses penarikan simpulan dari kasus-kasus yang bersifat nyata secara individual atau spesifik menjadi simpulan yang bersifat umum. Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada observasi indrawi atau pengalaman empiris. Sedangkan penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus. 4. Mengolah Pada tahapan mengolah ini peserta didik sedapat mungkin dikondisikan belajar secara kolaboratif. Pada pembelajaran kalobaratif kewenangan guru fungsi guru lebih bersifat atau manajer belajar, ebaliknya, peserta didiklah yang harus lebih aktif. Jika pembelajaran kalobaratif diposisikan sebagai satu falsafah pribadi, maka menyentuh tentang identitas peserta didik terutama jika mereka berhubungan atau berinteraksi dengan yang lain atau guru. Dalam situasi kalaboratif itu, peserta didik berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing dengan cara semacam ini akan tumbuh rasa aman, sehingga memungkinkan peserta didik menghadapi aneka perubahan dan tuntutan belajar secara bersama-sama. Peserta didik secara bersama-sama, saling bekerja sama, saling membantu mengerjakan hasil tugas terkait dengan materi yang sedang dipelajari (kegiatan elaborasi). 5. Mencoba Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau autentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau subtansi yang sesuai. Pada pelajaran IPA , misalnya, siswa dituntut untuk melakukan percobaan atau mengamati suatu proses dan hasilnya. Contohnya untuk mempelajari materi fotosintesis, siswa diminta untuk merancang percobaan dan mengamati proses dari percobaan itu serta mencatat semua hasilnya berdasarkan petunjuk praktikum yang telah disediakan guru. Metode mencoba ini bertujuan untuk membekali siswa dengan metode ilmiah. Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan eksperimen atau mencoba dilakukan melalui tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Ketiga tahapan eksperimen atau mencoba dimaksud dijelaskan berikut ini. a. Persiapan  Menetapkan tujuan eksprimen.  Mempersiapkan alat atau bahan.  Mempersiapkan yempat eksprimen sesuai dengan jumlah peserta didik serta alat atau bahan yang tersedia. Disini guru perlu menimbang apakah peserta didik akan melaksanakan eksprimen atau mencoba secara serentak, atau di bagi menjadi beberapa kelompok secara parallel atau bergiliran.  Mempertimbangkan masalah keamanan dan kesehatan agar dapat memperkecil atau menghindari risiko yang mungkin timbul.  Memberikan penjelasan mengenai apa yang harus di perhatikan dan tahapan-tahapan yang harus di lakukan peserta didik, termasuk hal-hal yang dilarang atau membahayakan. b. Pelaksanaan.  Selama peruses eksprimen atau mencoba, guru ikut membimbing dan mengamati proses percobaan. Disini guru harus memberikan dorongan dan bantuan terhadap kesulitan-kesuliatan yang di hadapi oleh peserta didik agar kegiatan itu berasil dengan baik.  Selama proses eksprimen atau mencoba, guru hendaknya memperhatikan situasi secara keseluruhan, termasuk membantu mengatasi dan memecahkan masalah-masalah yang akan meng hambat kegiatan pembelajaran. c. Tindak Lanjut  Peserta didik mengumpulkan laporan hasil eksprimen kepada guru.  Guru memeriksa hasil eksprimen peserta didik.  Guru memberikan umpan balik kepada peserta didik atas hasil eksprimen.  Guru dan peserta didik mendiskusikan masalah-masalah yang di temukan selama eksprimen.  Guru dan peserta didik memeriksa dan menyimpan kembali segala bahan dan alat yang di gunakan 6. Menyimpulkan Kegitan menyimpulkan merupakan kelanjutan dari kegiatan mengolah bisa dilakukan bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok, atau bisa juga dengan di kerjakan sendiri setelah mendengarkan hasil kegiatan mengolah informasi. Aktivitas menyimpulkan tidak lain dari menjawab pertanyaan pokok dari tujuan utama kegiatan atau proses pembelajaran. 7. Menyajikan Hasil tugas yang telah dikerjakan bersama-sama secara kolaboratif dapat disajikan dalam bentuk laporan tertulis dan dapat disajikan sebagai slah satu bahan untuk portofolio kelompok dan atau individu yang sebelumnya dikonsultasikan terlebih dulu kepada guru. Pada tahapan ini, walaupun tugas dikerjakan secara kelompok, tetapi hasil pencatatan dilakukan oleh masing-masing individu, sehingga portofolio yang dimasukkan ke dalam file atau map peserta didik terisi dari hasil pekerjaannya sendiri secara individu. 8. Mengomonikasikan Pada kegiatan akhir diharapkan peserta didik dapat mengomonikasikan hasil pekerjaan yang telah disusun, baik secara bersama-sama dalam kelompok dan atau secara individu dari hasil kesimpilan yang telah dibuat bersama. Kegiatan mengomonikasikan ini dapat dilakukan dalam bentuk pajangan atau bisa melalui presentasi. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Pendekatan scientific dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Pendekatan pembelajaran ilmiah menekankan pada pentingnya kolaborasi dan kerja sama di antara peserta didik dalam menyelesaikan setiap permasalahan dalam pembelajaran. Oleh karena itu, guru sedapat mungkin menciptakan pembelajaran selain dengan tetap mengacu pada standar proses di mana pembelajarannya diciptakan dengan suasana yang memuat eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, juga dengan mengedepankan kondisi peserta didik yang berperilaku ilmiah dengan bersama-sama diajak mengamati, menanya, menalar, merumuskan, menyimpulkan, dan mengomunikasikan. Dengan demikian, peserta didik akan menguasai materi yang dipelajari dengan baik dan benar. Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran. B. Saran Puji syukur Alhamdulillah, selesai sudah makalah ini. Namun kami sadari bahwa dalam makalah kami ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Maka dari itu kritik dan saran dari pembaca sangatlah kami harapkan

Pembelajaran Kontekstual (contextual teaching and learning - CTL)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akhir-akhir ini pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning - CTL) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang banyak dibicarakan orang. Berbeda dengan strategi-strategi yang telah kita bicarakan sebelumnya, CTL merupakan strategi yang melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelaaran. Siswa didorong untuk beraktifitas mempelajari materi pelajaran sesuai dengan topik yang akan dipelajarinya. Belajar dalam konteks CTL bukan hanya sekedar mendengarkan dan mencatat, tetapi belajar adalah proses berpengalaman secara langsung. Melalui proses berpengalaman itu dihaarapkan perkembangan siswa terjadi secara utuh, yang tidak hanya berkembang dalam aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan juga psikomotor. Belajar melalui CTL diharapkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang dipelajarinya. B. Rumusan Masalah Membaca latar belakang masalah di atas dapat diambil beberapa rumusan masalah untuk dikaji. 1. Apa definisi pembelajaran kontekstual? 2. Bagaimana karakteristik CTL? 3. Bagaimana penerapan CTL di dalam kelas 4. Apa asas-asas (komponen) CTL? 5. Apa Keunggulan dan Kelemahan CTL? C. Tujuan Penulisan a. Dapat memahami definisi CTL b. Mengetahui karakteristik CTL c. Bisa mengungkap Komponen CTL d. Dapat melihat pola dan tahapan CTL BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Pembelaaran Kontekstual (contextual teaching and learning) Pembelajaran CTL (contextual teaching and learning) adalah suatu strategi pembelaaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Serta strategi pemebelajaran ini juga merupakan suatu proses pembelajaran yng holistik dan bertujuan memotivasi peserta didik untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga peserta didik memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari suatu permasalahan /konteks ke permasalahan/konteks lainnya. Pendekatan konstektual (contextual teaching and learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru menngaitkan anatara materi yang diajarkannuua dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubngan antara pengetahuan yabg dimilikinya debgab penerapannya dalam kehidupan nyata sebagai anggota kelluarga dan masyarakat. Penerapan secara langsung kepada siswa dalam rangka mengembangkan potensi siswa secara totalitas merupakan persepsi dari CTL. Keikut sertaan siswa dalam pembelajaran secara penuh adalah praktek nyata untuk mengungkapkan pengetahuan yang didapat dengan realita yang dihadapi. Guru sebagai pendamping hanya menjadi fasilitator dalam pembelajaran, semua perbandingan-perbandingan pengetahuan dilakukan siswadan guru hanya meluruskan saja. Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa-siswi TK sampai dengan SMU yntuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar sekolah agar dapat memecahkan masalah-masalah dunia nyata atau masalah-masalah yang disimulasikan. Sedangkan menurut beberapa ahli dapat disebutkan sebagai berikut: Menurut Suryanto, pendekatan pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran kontekstual, yaitu pembelajaran yang menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk memecahkan berbagai masalah, baik masalah nyata maupun masalah simulasi, baik masalah yang berkaitan dengan pelajaran lain di sekolah, situasi sekolah, maupun masalah di luar sekolah, termasuk masalah-masalah di tempat kerja yang relevan Johnson mengatakan bahwa CTL system is an educational process that aims to help students see meaning in the academic material they are studying by connecting academic subjeck with the context of their daily lives, that is, with he context of their personal social an cultural circumstances. Artinya sistem CTL dalam pendidikan meiliki tujuan membantu siswa melihat arti dari materi akademik yang mereka pelajari, yang mana mengaitkan materi pelajaran dengan konteks kehidupa sehari-hari Karweit menambahkan bahwa dalam pembelajaran kontekstual, pembelajaran di desain sedemikian rupa agar siswa dapat memecahkan persoalan melalui kegiatan yang merefleksikan kejadian sebenarnya dalam kehidupan Sedangkan menurut Depdiknas, Pendekatan CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dari berbagai iteratur di atas dapat diambil kesimpulan bahwa (contextual teaching and learning) atau biasa di sebut CTL merupakan pembelajaran yang mengajak siswa untuk melihat kejadian nyata dengan materi-materi pelajaran yang mereka pelajari, alalu dihungkan dalam rangka mencari pemecahan masalah. B. Karakteristik CTL (contextual teaching and learning) Ada lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL. 1. Dalam CTL belajar merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activing knowlidge), artinya pada yang akan dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan utuh yang memiliki keterikatan satu sama lain. 2. Pembelajaran konstektual adalah belajar dalam rangka menperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowlidge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya. 3. Pemahaman pegetahuan (understanding knowlidge), artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini, misalkan dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan. 4. Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowlidge) artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa. 5. Melakukan refleksi (reflecting knowlidge) terhadapa strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakuakan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi. Sedangkan di dalam bukunya Mulyono di paparkan secara ringkas mengenai karakteristik pembelajaran CTL antara lain: a. Kerjasama b. Saling menyayagi c. Menyenangkan , tidak membosankan d. Belajar dengan bergairah e. Pembelajaran terintegrasi f. Menggunakan berbagai sumber g. Peserta didik aktif h. Sharing dengan teman i. Peserta didik kritis guru kreatif j. Dinding dan loorong-lorong penuh dengan hasil kerja peserta didik, laporan hasil pratikum, karangan peserta didik dan lain-lain. C. Penerapan CTL di dalam kelas Secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas sebagai berikut: 1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. 2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik 3. Kembangkan sifat ingin tahu dengan siswa bertanya 4. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok) 5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran. 6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan 7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara. D. Asas-Asas (komponen) CTL CTL memiliki 7(tujuh) asas yang menjadi landasan filosofis. Asas-asas tersebut sering juga disebut sebagai komponen-komponen CTL. Yaitu sebagai berikut : 1. Kontruktivisme Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif peserta didik berdasarkan pengalaman pribadinya. Menurut Kontruktivisme, pengetahuan memang berasal dari luar, tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. 2. Inkuiri Inkuiri merupakan proses pembelajaran yang didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui berfikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejita fakta hasil dari mengingat, tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian, dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal dan dipahami, tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahami tersebut. 3. Bertanya (questioning) Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya bukan berarti tidak tahu, demikian pula dengan menjawab bukan berarti telah paham. Sebab, bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan dapat dipandang sebagai cerminan kemampuan seseorang dalam berfikir 4. Masyarakat belajar (Learning Community) Masyarakat belajar dalam CTL adalah bekerja sama atau belajar bersama dalam sebuah masyarakat atau kelas kelompok. Kerja sama atau belajar bersama tersebut dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, baik dalam belajar kelompok secara formal, maupun dalam lingkungan yang terjadi secara alamiah. 5. Pemodelan (modeling) Asas modelling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap peserta didik. 6. Refleksi Refleksi adalah proses pengendapan pengetahuan dan pengalaman yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah doprosesnya. 7. Penilaian Nyata (Authentic Assessment) Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan peserta didik. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah peserta didik benar-benar belajar atau tidak, memahami atau tidak, menguasai atau tidak, apakah pengalaman belajar peserta didik memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan, baik intelektual maupun mental peserta didik. E. Keunggulan dan Kelemahan CTL a. Keunggulan Strategi Pembelajaran Kontekstualuasi 1. Pembelajaran kotekstual dapat mendorong peserta didik menemukan hubungan antara materi yang di pelajari dengan situasi kehidupan nyata . artinya peserta didik dengan tidak langsung di tuntut menangkap hubungan antara hubungan belajar di sekolah dengan kehidupan nyata di linggkungan masrakat sehingga mammpu menggali , berdiskusi ,berfikir kritis ,dan memecahkan masalah nyata yang di hadapinya dengan cara bersama – sama 2. Pembelajaran kontekstual mampu mendorong peserta didik untuk menerapkan hasil belajarnya dalam kehidupan nyata . artinya peserta didik tidak hanya di harapkan dapat memahami materi yang di pelajarinya , tetapi bagaimana materi itu dapat mewarnai perilaku atau tingkah laku (karakter / akhalak ) dalam kehidupan sehari–hari 3. Pembelajaran kontekstual menekankan pada proses keterlibatan peserta didik untuk menemukan materi . artinya, proses balajar diorentasikan pada proses pengalaman secar langsung . proses balajar dalam konteks CTL tidak menggharapkan peserta didik hanya menerima materi pelajaran , melainkan dengan ara proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. b. Kelemahan Strategi Pembelajaran Kontekstual 1. CTL membutuhkan waktu yang lama bagi peserta didik untuk bisa memahami semua materi 2. Guru lebih intensif dalam membimbing, karena dalam metode CTL guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. 3. Upaya menghubungkan antara materi di kelas dengan realitas di dalam kehidupan sehari-hari peserta didik rentan kesalahan. Atas dasar ini agar menemukan hubungan yang tepat, sering kali peserta didik harus mengalami kegagalan berylang kali. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan CTL (contextual teaching and learning) atau biasa di sebut pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang mengajak siswa untuk melihat kejadian nyata dengan materi-materi pelajaran yang mereka pelajari, alalu dihungkan dalam rangka mencari pemecahan masalah. Karakteristik CTL ada lima a. Dalam CTL belajar merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activing knowlidge), b. Pembelajaran konstektual adalah belajar dalam rangka menperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowlidge), c. Pemahaman pegetahuan (understanding knowlidge), d. Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowlidge), Melakukan refleksi (reflecting knowlidge) terhadapa strategi pengembangan pengetahuan. Sedangkan penerapan CTL adalah sebagai berikut: 1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. 2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik 3. Kembangkan sifat ingin tahu dengan siswa bertanya 4. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok) 5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran. 6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan 7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara Lalu asas CTL adalah Kontruktivisme, Inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, Pemodelan, Refleksi, Penilaian Nyata B. SARAN Pembelajaran CTL dapat menjadi pilhan kita dalam strategi pembelajaran, supaya dapat menghidupkan suasana pembelajaran

Saturday 3 November 2018

Cooperatif Learning

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Cooperatif Learning Cooperatif Learning berasal dari kata Cooperatif yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Slavin (1955) mengemukakan bahwa cooperatif learning adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. Anita Lie (2000) menyebut kooperatif learning dengan istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Lebih jauh dikatakan, cooperatif learning hanya berjalan jika sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu sistem yang di dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada umumnya terdiri dari 4-6 orang. Cooperatif Learning merupakan strategi pembelajaran kelompok yang dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik, sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain. Selanjutnya, dapat dikatakan bahwa cooperatif learning merupakan model pembelajaran yang menggunakan sistem pengelompokan dengan latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen) dan satu sama lain saling membantu. Kemudian sistem penilaian dilakukan dengan dua cara, yakni individu dan kelompok. Penilaian individu dilihat dari konstribusinya dalam tugas kelompok, sedangkan tugas kelompok dilihat dari kekompakan tim dan hasil atau unjuk kerja. Nilai akhir atau nilai final adalah gabungan dari keduanya. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif, ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan tanggung jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok. Menurut Wina Sanjaya (2007), strategi ini mendorong setiap individu akan saling membantu, mereka akan mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok sehingga setiap individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan konstribusi demi keberhasilan kelompok. Pembelajaran Kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Dapat dipahami bahwa dalam pembelajaran kooperatif, siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota untuk belajar. B. Tujuan dalam Pembelajaran Cooperatif Learning Pelaksanaan pembelajaran cooperatif learning membutuhkan partisipasi dan kerja sama dalam kelompok pembelajaran. Cooperatif learning dapat meningkatkan cara belajar siswa menuju belajar lebih baik, sikap tolong menolong dalam beberapa perilaku sosial. Tujuan utama dalam penerapan cooperatif learning adalah agar peserta didik dapat belajar secara kelompok dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara kelompok. Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik cooperatif learning sebagaimana dikemukakan Slavin yaitu penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil. Pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa tujuan, diantaranya: 1. Meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Pembelajaran kooperatif ini memiliki keunggulan dalam membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang sulit. 2. Agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai perbedaan latar belakang. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling mengahargai satu sama lain. 3. Mengembangkan keterampilan sosial siswa, berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat dan bekerja dalam kelompok . Keterampilan ini akan dirasakan manfaatnya saat siswa terjun langsung ke masyarakat kelak. Keterampilan kooperatif sebagaimana diungkapakan oleh Lundgren terdiri dari 3 bentuk: a. Keterampilan kooperatif tingkat awal Keterampilan tingkat awal ini meliputi: Menggunakan kesempatan, menghargai konstribusi, mengambil giliran dan berbagi tugas, mengundang orang lain untuk berbicara, menyelesaikan tugas pada waktunya dan menghormati perbedaan individu. b. Keterampilan kooperatif tingkat menengah Keterampilan ini meliputi: menunjukkan penghargaan dan simpati, mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima, mendengarkan dengan aktif, bertanya, membuat ringkasan, menafsirkan,mengatur dan mengorganisir, menerima tanggung jawab dan mengurangi ketegangan c. Keterampilan kooperatif tingkat mahir Keterampilan ini meliputi: mengelaborasi, memeriksa dengan cermat, menyatakan kebenaran, menetapkan tujuan dan berkompromi. C. Ciri-Ciri Pembelajaran Cooperatif Learning 1. Siswa bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajar. 2. Kelompok di bentuk dari siswa yang memiliki keterampilan tinggi, sedang dan rendah. 3. Apabila memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku dan jenis kelamin yang berbeda. 4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu. Pembelajaran kooperatif mencerminkan pandangan bahwa manusia belajar dari pengalaman mereka dan partisipasi aktif dalam kelompok kecil membantu siswa belajar keterampilan sosial, sementara itu secara bersamaan mengembangkan sikap demokrasi dan keterampilan berpikir logis. D. Strategi Pembelajaran Cooperatif Learning Stategi pembelajaran kooperatif merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Terdapat 4 hal penting dalam strategi pembelajaran yang telah ditetapkan, yaitu: 1. Adanya peserta didik dalam kelompok 2. Adanya aturan main 3. Adanya upaya belajar dalam kelompok 4. Tatap muka 5. Evaluasi proses kelompok Nurul Hayati mengemukakan lima unsur dasar model cooperatif learning: 1. Ketergantungan positif 2. Pertanggungjawaban individual 3. Kemampuan bersosialisasi 4. Tatap muka 5. Evaluasi proses kelompok Ketergantungan positif adalah suatu bentuk kerja sama yang sangat erat kaitannya antara anggota kelompok. Kerja sama ini dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Siswa benar-benar mengerti bahwa kesuksesan kelompok tergantung pada kesuksesan anggotanya. Pertanggungjawaban individu terhadap kelompok tergantung dengan cara belajar perseorangan dari seluruh anggota kelompok dalam menjelaskan konsep pada satu orang. Kemampuan sosialisasi adalah kemampuan bekerjasama yang dilakukan dalam kelompok. Kelompok tidak akan berjalan efektif apabila setiap anggota kelompok tidak memiliki kemampuan bersosialisasi yang dibutuhkan. Setiap kelompok diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Dan guru menjadwalkan waktu bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar bisa bekerjasama lebih efektif lagi. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat enam langkah utama atau tahapan. Sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut: Fase Indikator Kegiatan Guru 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut, dan memotivasi siswa untuk belajar 2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan, atau melalui bahan bacaan 3 Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efesien 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas 5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari, atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya 6 Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar individu maupun kelompok E. Model-Model Pembelajaran Cooperatif Learning Dalam cooperatif learning terdapat beberapa variasi model yang dapat diterapkan dalam pembelajaran, yaitu: 1. Student Team Achivement Division (STAD) Tipe ini dikembangkan slavin, dan merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantaranya siswa untuk saling memotivasi dan saling membatu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Pada proses pembelajarannya, belajar kooperatif tipe STAD melalui lima tahapan yang meliputi: a. Tahap penyajian materi, yang mana guru memulai dengan menyampaikan indikator yang harus dicapai dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang materi yang akan dipelajari b. Tahap kerja kelompok, pada tahap ini siswa diberi lembar tugas sebagai bahan yang akan di pelajari. Dalam kerja kelompok siswa saling berbagi tugas, saling membantu memberikan penyelesaian agar semua kelompok memahami materi yang di bahas. c. Tahap tes individu, yaitu untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar telah dicapai, diadakan tes secara individual mengenai materi yang telah dibahas. d. Tahap penghitungan skor perkembangan individu, dihitung berdasarkan skor awal. Berdasarkan skor awal setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya berdasarkan skor tes yang di perolorehnya. e. Tahap pemberian perhargaan kelompok yaitu perhargaan diberikan berdasarkan perolehan skor rata-rata yang dikategorikan menjadi kelompok baik, kelompok sehat, dan kelompok super. 2. Jigsaw Metode ini dikembangkan oleh Elliot Aronson dan kemudian diadaptasi oleh Slavin. Pebelajaran kooperatif model jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitikberatkan pada kerja kelompok siswa dalam kerja kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara heterogen. Bahan ajar diberikan dalam bentuk teks dan setiap anggota tim bertanggung jawab untuk mempelajari bagiannya masing-masing. Langkah-langkah model jigsaw yaitu, menyampaikan tujuan belajar, menyajikan informasi kepada siswa, membantu siswa dalam belajar kelompok, mengetes penugasan kelompok, dan pemberian penghargaan. 3. Investigasi Kelompok Metode investigasi kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit diterapkan. Model ini pertama kali dikembangkan oleh Thelan. Dalam metode ini, siswa terlibat dalam perencanaan pembelajaran. Jika dibandingkan metode STAD dan Jigsaw, metode Investigasi kelompok melibatkan siswa sejak perencanaan baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajari melalui investigasi. Sharan (1984) telah menetapkan 6 tahap investigasi kelompok: a. Pemiihan topik Siswa memilih subtopik khusus di dalam suatu daerah di dalam suatu masalah umum yang biasanya ditetapkan oleh guru. Selanjutnya siswa diorganisasikan menjadi 2 sampai 6 anggota kelompok b. Perencanaan kooperatif Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas dan tujuan khusus yang konsisten dengan subtopik yang telah dipilih pada tahap pertama. c. Implementasi Siswa menerapkan rencana yang telah mereka kembangkan di dalam tahap kedua. Kegiatan pembelajaran hendaknya melibatkan ragam aktivitas dan keterampilan yang luas dan mengarahkan siswa kepada sumber belajar. d. Analisis dan sintesis Siswa menganalisis dan mengevaluasi informasi yang diperoleh pada tahap ke tiga, dan merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas dan disajikan dengan cara yang menarik sebagai bahan untuk dipresentasikan. e. Presentasi hasil final Beberapa atau semua kelompok menyajikan hasil penyelidikan dengan cara yang menarik kepada seluruh kelas, dengan tujuan agar siswa yang lain ikut terlibat dalam pekerjaan mereka. f. Evaluasi Siswa dan guru mengevaluasi tiap konstribusi kelompok terhadap kerja kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dilakukan dengan penilaian individual maupun kelompok. 4. Struktural Pendekatan ini dikemukakan oleh Spencer Kagen, meskipun memiliki banyak kesamaan dengan pendekatan lain, namun pendekatan ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa. Dua macam struktur yang terkenal yaitu: a. Think-Pair-Share (TPS) Think-Pair-Share (TPS) memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi waktu lebih banyak kepada siswa untuk berpikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain. Tahap pertama Thinking, yaitu guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara madiri untuk beberapa saat. Selanjutnya, Pairing yaitu guru meminta siswa agar berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya. Pada tahap ini diharapkan siswa dapat berbagi jawaban tentang sebuah persoalan. Dan tahap terakhir sharing, yaitu guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan b. Numberel Heads Together (NHT) NHT adalah suatu pendekatan yang dikembangkan oleh Spencer Kagen untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam pelajaran, dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. F. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif Learning Pentingnya cooperatif learning diterapkan dalam situasi pembelajaran di kelas karena metode ini memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut: a. Jika dilihat dari aspek siswa, keunggulan adalah memberi peluang kepada siswa agar mengemukakan dan membahas suatu pandangan, pengalaman, yang diperoleh siswa belajar secara bekerja sama dalam merumuskan ke arah satu pandangan kelompok. b. Siswa dapat meraih keberhasilan dalam belajar, melatih siswa untuk memiliki keterampilan berpikir (thingking skill) maupun keterampilan sosial (social skill) seperti keterampilan mengemukakan pendapat, menerima saran dan masukan dari orang lain, bekerja sama, rasa setia kawan dan mengurangi timbulnya perilaku yang menyimpang di dalam kelas, dan siswa dapat memperoleh pengetahuan, kecakapan sebagai pertimbangan untuk berpikir dan menentukan, serta berbuat dan berpartisipasi sosial. c. Siswa memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar karena di dorong dan didukung oleh rekan sebaya d. Siswa menghasilkan peningkatan kemampuan akademik, meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Sedangkan kekurangan dari pembelajaran kooperatif learning berasal dari dua faktor: a. Faktor dari dalam (intern) 1. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu proses pembelajaran kooperatif memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu. 2. Membutuhkan dukungan fasilitas, alat, dan biaya yang cukup memadai. 3. Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas. Dengan demikian, banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. 4. Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang. Hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif. b. Faktor dari luar (ekstern) Faktor ini erat kaitannya dengan kebijakan pemerintah, yaitu pada kurikulum pembelajaran bahasa perancis. Selain itu, pelaksanaan tes yang terpusat, seperti UN atau UASBN sehingga kegiatan belajar mengajar di kelas cenderung dipersiapkan untuk keberhasilan UN atau UASBN. Banyak para pengajar masih enggan menerapkan pembelajaran cooperatif learning dengan berbagai alasan. Alasan utamanya adalah adanya kekhawatiran bahwa akan terjadi kekacauan di kelas dan siswa tidak belajar jika mereka ditempatkan dalam kelompok. Selain itu, bagi beberapa siswa, terutama siswa yang pandai atau rajin, belajar kelompok akan merugikan mereka. Mereka merasa temannya yang kurang pandai atau pemalas akan menumpang jerih payahnya. Sebaliknya, bagi siswa yang kurang pandai akan merasa rendah diri ditempatkan satu kelompok dengan temannya yang pandai. Selanjutnya, kekurangan dari pihak guru adalah banyak dari pengajar hanya membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok dan memberi tugas untuk diselesaikan tanpa ada pedoma mengenai pembagian tugas. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Cooperatif Learning berasal dari kata Cooperatif yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Pembelajaran kooperatif dalam sebuah pembelajaran karena untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama dengan latar belakang yang berbeda. Sedangkan ciri-ciri dari pembelajaran kooperatif diantaranya: Siswa bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajar, Kelompok di bentuk dari siswa yang memiliki keterampilan tinggi, sedang dan rendah, Apabila memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku dan jenis kelamin yang berbeda. Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif yaitu guru menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa, menyajikan informasi, membentuk kelompok, membimbing, evaluasi dan memberikan penghargaan. Model-model dalam pembelajaran cooperative learning meliputi: Student Team Achivement Division (STAD), Jigsaw, Investigasi Kelompok dan struktural. Kelebihan dari pembelajaran kooperatif adalah siswa memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar karena didorong dan didukung dari rekan sebaya. Kelemahan dari pembelajaran kooperatif berasal dari dua faktor, yaitu faktor intern dan ekstern. B. Saran Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak kekurangan dan kekhilafan. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Dan supaya kedepannya bisa membuat makalah yang lebih baik lagi. Kami segenap penulis mengucapkan terimakasih

Problem Based Learning

PEMBAHASAN 1. Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah) A. Pengertian Problem Based Learning (Pembelajran Berbasis Masalah) Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran, yang mana siswa sejak awal dihadapkan pada suatu masalah, kemudian diikuti oleh proses pencarian informasi yang bersifat student centered. Didalam PBL, dikenal adanya conceptual fog yang bersifat umum, mencakup kombinasi antara metode pendidikan dan filosofi kurikulum. Pada aspek filosofi, PBL dipusatkan pada siswa yang dihadapkan pada suatu masalah. Sementara pada subject based learning guru menyampaikan pengetahuannya kepada siswa sebelum menggunakan masalah untuk memberi ilustrasi pengetahuan tadi. Pembelajaran dengan PBL memberikan kesempatan kepada siswa mempelajari materi akademis dan keterampilan mengatasi masalah dengan terlibat di berbagai situasi kehidupan nyata. Ini memberikan makna bahwa sebagian besar konsep atau generalisasi dapat diperkenalkan dengan efektif melalui pemberian masalah. Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pembelajaran proses berfikir tingkat tinggi. Oleh karena itu, model pembelajaran ini harus juga disesuaikan dengan tingkat struktur kognitif siswa. Pada dasarnya, PBL dikembangkan untuk membanu siswa guna memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks. Pada umumnya, PBL dipahami sebagai suatu strategi intruksional, yang mana siswa mengidentifikasi pokok bahasan yang terdapat di dalam masalah yang spesifik. Pokok bahasan tersebut menbantu dan mendorong siswa untuk mengembangkan pemahaman tentang berbagai konsep yang mendasari masalah tadi serta prinsip pengetahuan lainnya yang relevan. Fokus bahasan biasanya berupa masalah (tertulis) yang meliputi fenomena yang memerlukan penjelasan. Kegiatan untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman baru melalui pembahasan masalah tadi dikenal sebagai problem first learning. Di dalam PBL, guru tidak lagi berdiri di depan kelas sebagai ahli dan satu-satunya sumber yang siap untuk memberikan pelajaran. Guru dalam kelas PBL berfungsi sebagai fasilitator yang kadang disebut tutor karena proses diskusi kelompok disebut tutorial. Peran dan tanggung jawab tutor dalam PBL sangat beragam. Di dalam PBL, tutor memberi fasilitas dan mengaktifkan kelompok untuk memastikan bahwa siswa mencapai kemajuan secara bermakna melalui pembahasan masalah yang tersaji. Pembelajaran dengan pendekatan masalah (PBL) ini sejalan dengan teori belajar menurut ilmu jiwa Gestalt, bahwa manusia adalah organisme yang aktif berusaha mencapai tujuan. Menurut aliran ini seorang belajar jika ia mendapat insight. Insight tersenut diperoleh bila ia melihat hubungan tertentu antara berbagai unsur dalam sebuah situasi sehingga hubungannya menjadi jelas baginya dan dengan demikian memecahkan masalah. Sementara itu timbulnya insight tergantung pada kesanggupan, kematangan, dan intelegensi individu; pengalaman, sifat atau taraf kompleksitas situasi, latihan dan trial and error. Dengan demikian, dalam belajar manusia beraksi terhadap lingkungan secara keseluruhan tidak hanya secara intelektual, tetapi juga secara fisik, emosional, sosial, dan sebagainya. Pembelajaran juga merupakan proses penyesuaian diri dengan lingkungan. Selanjutnya, pembelajaran hanya berhasil bila tercapai kematangan insight. PBL mengandung pembelajaran kolaboratif dan kooperatif. Pembelajaran kolaboratif pada hakikatnya merupakan pengalaman filosofis pribadi. Di dalam diskusi, tiap-tiap individu berperan aktif, saling memberi kontribusi, saling menerima pendapat kawan dengan prasangka baik, saling menghargai kemampuan orang lain. Dalam pembelajaran kelompok (kooperatif), kelompok yang efektif akan menghasilkan pengetahuan baru dengan mutu yang lebih baik, kontektual dan relevan bila dibandingkan dengan pembelajaran individual. Pernyatan-pernyataan mengindikasikan bahwa PBL merupakan salah satu model pembelajaran. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan berikut unlike conventional, PBL take an integrated approach to learning based on the requirements of the problem as perceived by the learners. Makna yang tersirat dalam pernyataan diata kurang lebih sebagai berikut, tidak seperti belajaer secara konvensional, PBL menggnakan terintegrasi dalam belajar yang mensyaratkan adanya masalah yang dapat dirasakan oleh pembelajar. B. Ciri-Ciri Khusus Pembelajaran Berdasarkan Masalah Menurut Arends model PBL memiliki karakteristik sebagai berikut. 1. Pengajuan Pertanyaan atau Masalah Bukannya mengorganisaikan di sekitar prinsip-prinsip atau keterampilan akademik tertentu, pembelajran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengjaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secra sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. 2. Berfokus pada Keterkaitan Antardisiplin Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, ilmu-ilmu sosial), masalah yang aka diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah dari banyak mata pelajaran. 3. Penyelidikan Auntentik Pembelajaran berdasarkan masalah mengaharuskan siswa melakukan penyelidikan anutentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. 4. Menghasilkan Produk dan Memamerkannya Pembelajaran berdasrkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tetentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. 5. Kolaborasi Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja satu dengan yang lain, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. C. Langkah-Langkah Pembelajaran Berdasarkan Masalah Langkah-langkah pemecahan masalah dalam pembelajaran PBL paling sedikit ada 8 tahapan, antara lain. 1. Mengidentifikasi masalah 2. Mengumpulkan data 3. Menganalisis data 4. Memecahkan masalah berdasarkan data yang ada dan analisisnya 5. Memilih cara untuk memecahkan masalah 6. Merencanakan penerapan pemecahan masalah 7. Melakukan uji coba terhadap rencana yang ditetapkan 8. Melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah. D. Nilai-Nilai Karakter dalam Problem Based Learning 1. Tanggung Jawab Mengingat asumsi dasar dibangunnya problem based learning adalah menyelesaikan masalah, sedangkan orang yang mempunyai komitmen tinggi untuk menyelesaikan masalah adalah orang yang bertanggung jawab, maka nilai karakter inti dalam problem based learning adalah tanggung jawab. Orang yang mempunyai jiwa tanggung jawab tinggi adalah orang yang mempunyai kepekaan masalah yang tinggi, sehingga ia mempunyai panggilan jiwa untuk menyelesaikannya. 2. Kerja Keras Untuk dapat menyelesaikan masalah, diperlukan kerja keras yang luar biasa. Terlebih lagi penyelesaian masalah secara baik dan elegan, tentunya membutuhkan energi ekstra, baik secara emosional maupun intelektual untuk mewujudkannya. Oleh karena itu, strategi pembelajaran problem based learning ini secara alamiah menanamkan nilai karakter berupa kerja keras. 3. Toleransi dan Demokratis Penyelesaian masalah yang dikehendaki dalam strategi pembelajaran problem based learning adalah penyelesaian masalah yang bersifat terbuka, dapat ditoleransi dan bersifat demokratis. Artinya, tidak ada penyelesaian masalah yang bersifat tunggal dan paling benar atau paling baik. Bahkan guru juga tidak boleh menentukan cara penyelesaian tersendiri, sehingga peserta didik mempunyai hak otonomi secara penuh untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. 4. Mandiri Setiap peserta didik mempunyai permasalahan yang berbeda-beda seinga memerlukan cara pemecahan yang berbeda pula. Bahkan jika masalahnya sama, setiap peserta didik masih tetap boleh menyelesaikannya dengan cara yang berbeda pula. Artinya, peseta didik harus bersikap mandiri dalam menyelesaikan masalahnya sendiri, khususnya masalah yang bersifat intrapersonal, seperti mengusi rasa malas, memotivasi diri, mengerjakan tugas individu,dan sebagainya. 5. Kepedulian Lingkungan dan Sosial Keagamaan Selain setiap peserta didik menghadapi masalah-masalah individu yang berbeda-beda, tidak menutup kemungkinan ia juga menghadapi masalah-masalah sosial keagamaan di lingkungan sekolahnya. Dalam hal ini, penyelesaian atas masalah tersebut tidak boleh lagi dihadapi secara mandiri, tetapi harus berkelompok atau bekerja sama denganteman sejawatnya, termasuk dalam hal ini adalah melibatkan kepala sekolah, osi, guru bimbingan dan konseling serta guru agama. 6. Semangat Kebangsaan dan Cinta Tanh Air Topik-topik pembelajaran dari semua mata pelajaran sering kali membahas tema-tema besar kebangsaan. Konsekuensinya, guru harus menyajikan masalah-masalah kenegaraan atau kebangsaan, seperti dekadensi moral bangsa, korupsi, krisis ekonomi, dan sebagainya. Upaya menyelesaikan persoalan-persoalan ini dapat menumbuhkan jiwa nasionalisme. Peserta didik yang memounyai karakter seperti ini tidak akan mudah tergiur oleh gaji bekerja di luar negeri walaupun nilainya 100 kali lipat lebih besar dari pada bekerja di negeri sendiri. Ia lebih memilih bekerja membangun negeri sendiri walaupun dengan gaji yang pas-pasan. Semangat kebagsaan, cinta tanah air dan jiwa nasionalisme ini perlu ditanamkan dalam jiwa peserta didik agar tidak pergi ke luar negeri (membangun negeri orang lain) setelah menjadi cerdas nanti. E. Tujuan Pembelajaran Berdasarkan Masalah Berdasarkan karakter tersebut, pembelajaran berdasarkan masalah memiliki bertujuan: 1. Membantu siswa mengembangkan keterampilan berfikir dan keterampilan pemecahan masalah. 2. Belajar peranan orang dewasa yang autentik 3. Menjadi pembelajar yang mandiri. a. Keterampilan Berpikir dan Keterampilan Pemecahan Masalah kamental seperti penalaran. Tetapi berfikir juga diartikan sebagai kemampuan untuk menganalisis, mengkritik dan mencapai kesimpulan berdasar pada inferensi atau pertimbangan yang seksama. PBL memberikan dorongan kepada pesrta didik untuk tidak hanya sekedar berfikir sesuai yang bersifat konkret, tetapi lebih dari itu berpikir terhadap ide-ide yang abstrak dan kompleks. Dengan kata lain PBL melatih kepada peserta didik untuk memiliki keterampilan berpikir tingkat tinngi. b. Belajar Peranan Orang Dewasa yang Autentik Model pembelajaran berdasrkan masalah amat penting untuk menjembatani gap antara pembelajaran di sekolah formal dengan aktivitas mental yang lebih praktis yang dijumpai di luar sekolah. c. Menjadi Pembelajar yang Mandiri PBL membantu siswa menjadi pembelajaran yang mandiri dan otonom. F. Manfaat Pembelajaran Berdasarkan Masalah Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pengajaran berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi, dan menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri. Menurut Sudjana manfaat khusus yang diperoleh dari metode Dewey adalah metode pemecahan masalah. Tugas guru adalah membantu para siswa merumuskan tugas-tugas, dan bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran, objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi dari masalah yang ada di sekitarnya. G. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Berdasarkan Masalah 1. Keunggulan Sebagai suatu strategi pembelajaran, SPBM memiliki beberapa keunggulan, di antaranya: a. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran. b. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa. c. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa. d. Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata. e. Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Di samping itu, pemecahan masalah itu juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun preoses belajarnya. f. Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa. g. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru. h. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata. i. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir. j. Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran (matematika, IPA, sejarah, dan lain sebagainya) pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekadar belajar dari guru atau dari buku-buku saja. 2. Kelemahan Di samping keunggulan, SPBM juga memiliki kelemahan di antaranya: a. Manakala siswa tidak memiliki minat tinggi atau tidak mempunyai kepercayaan diri bahwa dirinya mampu menyelesikan masalah yang dipelajari, maka mereka cenderung enggan untuk mencoba karena takut salah. b. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem based learning membutuhkan waktu yang lebih lama atau panjang. Itu pun belum cukup, karena sering kali peserta didik masih memerlukan waktu tambahan untuk menyelesaikan persoalan yang diberikan. Padahal, waktu pelaksanaan PBL harus disesuaikan dengan beban kurikulum yang ada c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang ingin mereka pelajari. Artinya, perlu dijelaskan manfaat menyelesaikan masalah yang dibahas pada peserta didik. H. Pembelajaran Berbasis Masalah Struktur pembelajaran biasanya digambarkan dalam sebuah bentuk formulasi berikut: 1. Menemukan masalah > Analisi masalah > Penemuan dan Pelaporan > Integrasi dan Evaluasi 2. Menemuka masalah > Inquiry masalah > Mengankat Isu Belajar > Penemuan dan Peer Teaching > Menyajikan Solusi > Review 3. Menemukan Masalah > Analisis > Penelitian dan Kerja Lapangan > Pelaporan dan Perr Teaching > Menyajikan Temuan > Refleksi dan Evaluasi. 2. Project Based Learning (Pembelajaran Berbasis Proyek) A. Pengertian Project Based Learning (Pembelajaran Berbasis Proyek) pembelajaran berbasis proyek (project based learning) merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk me ngelola pembelajaran di kelas dengan kerja proyek. Melalui pembelajaran berbasis proyek, proses Inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai materi dalam kurikulum pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung peserta ddidik dapat melihat berbagai elemen utama sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah disiplin yang sedang dikajinya. Pembelajaran berbasis proyek merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi usaha peserta didik. Mengingat bahwa masing-masing peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda, maka pembelajaran berbasis proyek memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk menggali materi dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya serta melakukan eksperimen secra kolaboratif. “ kerja proyek memuat tugas-tugas yang kompleksberdasarkan kepada pertanyaan dan permasalahan yang sangat menantang, dan menuntut siswa untuk merancang, memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja secara mandiri. Tujuannya adalah agar siswa mempunyai kemandirian dalam menyelesaikan tugas yang dihadapinya. B. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Proyek Pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang inovatif dan lebih menekankan pada belajar kontekstual melalui kegiatn-kegiatan yang kompleks. Pembelajaran berbasis proyek memiliki potensi yang besar untuk memberi pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermakna bagi siswa. Sedangkan menurut Back Institute for Education belajar berbasis proyek memiliki karakteristik berikut: a. Siswa membuat keputusan dan membuat kerangka kerja b. Terdapat masalah yang pemecahannya tidak ditentukan sebelumnya c. Siswa merancang proses untuk mencapai hasil d. Siswa bertanggung jawab untuk mendapatkan dan mengelola informasi yang dikumpulkan e. Siswa melakukan evaluasi secara kontinu f. Siswa secara teratur melihat kembali apa yang mereka kerjakan g. Hasil akhir berupa produk dan dievaluasi kualitasnya h. Kelas memiliki atmosfir yanng memberi toleransi kesalahan dan perubahan. C. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Berbasis Proyek Sebagai sebuah model pembelajaran, pembelajaran berbasis proyek mempunyai berbagi prinsip, yaitu: 1. Prinsip Sentralistis Prinsip ini menegaskan bahwa kerja proyek merupakan esensi dari kurikulum. Model ini merupakan pusat strategi pembelajaran, dimana siswa belajar konsep utama dari suatu pengetahuan melalui kerja proyek. 2. Prinsip Pertanyaan Pendorong Prinsip ini menegaskan bahwa kerja proyek berfokus pada “pertanyaan atau permasalahan” yang dapat mendorong siswa untuk berjuang memperoleh konsep atau prinsip utama suatu bidang tertentu. 3. Prinsip investigasi konstuktif Prinsip investigasi konstruktif merupakan proses yang mengarah kepada pencapaian tujuan, yang mengandung kegiatan inquiry, pembangunan konsep dan resolusi. 4. Prinsip Otonomi Prinsip otonomi dalam pembelajaran berbasis proyek dapat diartikan sebagai kemandirian siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran, yaitu bebas menentukan pilihannya sendiri, bekerja dengan minimal supervisi dan bertanggung jawab. 5. Prinsip Realistis Prinsip realistis berarti bahwa proyek merupakan sesuatu yang nyata, bukan seperti di sekolah. D. Pedoman Pembimbingan Pembelajaran Berbasis Proyek Dalam membimbing siswa dalam pembelajaran berbasis proyek ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dijadikan pijakan tindakan. Adapun pedoman pembimbingan tersebut antara lain: 1. Keauntentikan Keauntentikan dapat dilakukan dengan beberapa strategi, yaitu dengan mendorong dan membimbing siswa untuk memahami kebermaknaan dari tugas yang dikerjakan, merancang tugas siswa sesuai dengan kemampuannya sehingga ia mampu menyelesaikannya tepat waktu, dan mendorong serta membimbing siswa agar mampu menghasilkan sesuatu dari tugas yang dikerjakannya. 2. Ketaatan terhadap nilai-nilai akademik Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa strategi yaitu dengan mendorong dan mengarahkan siswa agar mampu menerapkan berbagai pengetahuan dalam menyelesaikan tugas yang dikerjakan, merancang dan mengembangkan tugas-tugas yang dapat memberi tantangan pada siswa untuk menggunakan berbagai metode dalam pemecahan masalah serta mendorond dan membimbing siswa untuk mampu berpikir tingkat tinggi dalam memecahkan masalah. 3. Belajar pada dunia nyata Hai ini dapat dilakukan dengan beberapa strategi berikut, yaitu mendorong dan membimbing siswa untuk mampu bekerja pada konteks permasalahan yang nyata yang ada di masyarakat, mendorong dan mengarahkan agar siswa mampu bekerja dalam situasi organisasi yang menggunakan teknologi tinggi, dan mendorong serta mengarahkan siswa agar mampu mengelola kemampuan keterampilan pribadinya. 4. Aktif Meneliti Hal ini dapat dilakukan dengan mendorong dan mengarahkan siswa agar dapat menyelesaikan tugasnya sesuai dengan jadwal yang telah dibuatnya, mendoronh dan mengarahkan siswa untuk melakukan penelitian dengan berbagai macam metode, serta mendorong dan mengarahkan siswa agar mampu berkomunikasi dengan orang lain, baik melalui presentasi ataupun media lain. 5. Hubungan dengan ahli Hal ini dapat dilakukan dengan mendorong dan mengarahkan siswa untuk mampu belajar dari orang lain yang memiliki pengetahuan yang relevan, mendorong dan mengarahkan siswa berdiskusi dengan orang lain dalam memecahkan masalah, serta mendorong dan mengarahkan siswa untuk mengajak pihak untuk terlihat dalam menilai unjuk kerjanya. 6. Penilaian Hal ini dapat didakukan dengan beberapa strategi yaitu mendorong dan mengarahkan siswa agar mamapu melakukan evaluasi diri terhadap kinerjanya dalam mengerjakan tugasnya, mendorong dan mengarahkan siswa untuk mengajak pihak luar untuk terlibat mengembangkan standar kerja yang terkait dengan tugasnya serta mendorong dan mengarahkan siswa untuk menilai kerjanya. E. Keuntungan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Proyek Menurut Moursound (1997) beberapa keuntungan dari pembelajaran berbasis proyek antara lain: 1. Meningkatkan motivasi belajar siswa. 2. Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, membuat siswa lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang bersifat kompleks. 3. Keterampilan siswa untuk mencari dan mendapatkan informasi akan meningkat. 4. Siswa mampu kerja kelompok dalam proyek dan mempraktikkan keterampiak komunikasi. 5. Siswa mampu mempraktikkan keterampilan dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas. Menurut The Back Institute For Education, model pembelajaran inimempunyai keuntungan penting bagi siswa masa kini, antara lain: a) Model pembelajaran berbasis proyek mengintegrasikan wilayah hidup kurikulum. b) Membangun pengembangan kebiasaan berfikir yang dihubungkan dengan belajar seumur hidup, tanggung jawab sipil, dan kesuksesan karir atau pribadi. c) Menguasai dikotomi atau pengetahuan dan berfikir dapat menolong siswa baik untuk “to know” maupun “to do”. d) Mendorong munculnya tanggung jawab, penetapan tujuan dan memperbaiki tampilan. e) Dapat melibatkan memotivasi siswa yang bosan dan tidak peduli. f) Mendukung siswa dalam belajar dan mempraktikkan keterampilan dalam penyelesaian masalah, komunikasi dan pengendalian diri. g) Menciptakan komunikasi positif dan hubungan kolaboratif diantara kelompok siswa yang berbeda-beda. h) Dapat memenuhi kebutuhan siswa dengan tingkat keterampilan dan gaya belajar yang beragam. Selain keuntungan, pembelajaran berbasis proyek juga memiliki kelemahan, diantaranya: 1. Memerlukan banyak waktu untuk meyelesaikan masalah. 2. Membutuhkan biaya yang cukup banyak. 3. Banyak instrukur yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, di mana instruktur memegang peran utama di kelas. 4. Banyaknya peralatan yang harus disediakan. 5. Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan. 6. Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam kerja kelompok. 7. Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, dikhawatirkan peserta didik tidak bisa memahami topik secara keseluruhan.

Metode Dakwah

Daftar Isi KATA PENGANTAR 1 BAB I 3 PENDAHULUAN 3 A. Latar Belakang Masalah 3 B. Pembatasan Masalah 3 C. Rumusan Masalah 4 D. Tujuan Penulis...