About

Thursday 8 November 2018

Pendekatan Saintifik

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Scientific dalam Pembelajaran Sejalan diawalinya penerapan kurikulum 2013, istilah pendekatan ilmiah atau pendekatan saintifik, atau scientific approach menjadi bahan pembahasan yang menarik perhatian para pendidik. Penerapan pendekatan ini menjadi tantangan guru melalui pengembangan aktivitas siswa, yaitu mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar, dan mencipta. Tujuh aktivitas dalam mengembangkan keterampilan berpikir untuk mengembangkan ingin tahu siswa. Dengan itu diharapkan siswa termotivasi untuk mengamati fenomena yang terdapat di sekitarnya, mencatat atau mengidentifikasi fakta, lalu merumuskan masalah yang ingin diketahuinya dalam pernyataan menanya. Dari langkah ini diharapkan siswa mampu merumuskan masalah atau merumuskan hal yang ingin diketahuinya. Pendekatan scientific dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber observasi, bukan diberi tahu. Menurut Sudarwan, pendekatan scientific bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Lalu bagaimanakah kriteria sebuah pendekatan pembelajaran sehingga dapat dikatakan sebagai pendekatan ilmiah? Berikut tujuh kriteria sebuah pendekatan pembelajaran dapat dikatakan sebagai pembelajaran scientific. 1. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu, bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata. 2. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis. 3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, dan memecahkan masalah, serta mengaplikasikan materi pembelajaran. 4. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran. 5. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran. 6. Berbasis pada konsep, teori dan fakta empiris yang dapat dipertanggung jawabkan. 7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas namun menarik sistem penyajiannya. Dalam majalah Forum Kebijakan Ilmiah yang terbit di Amerika pada tahun 2004, sebagaimana dikutip Wikipedia, menyatakan bahwa pembelajaran ilmiah mencakup strategi pembelajaran siswa aktif yang mengintegrasikan siswa dalam proses berpikir dan penggunaan metode yang teruji secara ilmiah, sehingga dapat membedakan kemampuan siswa yang bervariasi. Penerapan metode ilmiah membantu guru mengidentifikasi perbedaan kemampuan siswa. Pada penerbitan berikutnya, tahun 2007, dinyatakan bahwa penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran harus memenuhi tiga prinsip utama, yaitu: 1. Belajar siswa aktif. Dalam hal ini termasuk inquiry-based learning atau belajar berbasis penelitian, cooperative learning atau belajar kelompok, dan belajar berpusat pada siswa. 2. Assessment. Berarti pengukuran kemajuan belajar siswa yang dibandingkan dengan target pencapaian tujuan belajar. 3. Keberagaman. Mengandung makna bahwa dalam pendekatan ilmiah mengembangkan pendekatan keragaman. Pendekatan ini membawa konsekuensi siswa unik, kelompok siswa unik, termasuk keunikan dari kompetensi, materi, instruktur, pendekatan dan metode mengajar, serta konteks. B. Esensi Pendekatan Ilmiah Pendekatan pembelajaran ilmiah menekankan pada pentingnya kolaborasi dan kerja sama di antara peserta didik dalam menyelesaikan setiap permasalahan dalam pembelajaran. Oleh karena itu, guru sedapat mungkin menciptakan pembelajaran selain dengan tetap mengacu pada standar proses di mana pembelajarannya diciptakan dengan suasana yang memuat eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, juga dengan mengedepankan kondisi peserta didik yang berperilaku ilmiah dengan bersama-sama diajak mengamati, menanya, menalar, merumuskan, menyimpulkan, dan mengomunikasikan. Dengan demikian, peserta didik akan menguasai materi yang dipelajari dengan baik dan benar. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan penalaran induktif (inductive reasoning) ketimbang penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran indukif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (methode of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu, metode ilmiah umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau eksprimen, mengolah informasi atau data, menganalis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis. Pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah itu lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan pembelajaran tradisional. Hasil penelitian membuktikan bahwa pada pembelajaran tradisional, retensi informasi dari guru sebesar 10 persen setelah 15 menit dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 25 persen. Pada pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, retensi informasi dari guru sebesar lebih dari 90 persen setelah dua hari dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 50-70 persen. Pada hakikatnya, sebuah proses pembelajaran yang dilakukan di kelas-kelas bisa kita padankan sebagai sebuah proses ilmiah. Oleh sebab itulah dalam kurikulum 2013 diamanatkan tentang apa sebenarnya esensi dari pendekatan saintifik pada kegiatan pembelajaran. Ada sebuah keyakinan bahwa pendekatan ilmiah merupakan sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik C. Unsur-Unsur Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah Materi pedoman implementasi kurikulum 2013 yang dikeluarkan oleh Kemendikbud dijelaskan bahwa kegiatan pembelajaran pada kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologis) yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas “menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas “mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, mencipta”. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas “mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta”. Baik kompetensi sikap, pengetahuan, maupun keterampilan harus berjalan secara seimbang sehingga peserta didik mampu memiliki ketiga ranah tersebut. Harapannya setelah selesai menempuh bangku pendidikan peserta didik mempunyai kemampuan hard skills dan soft skills yang mumpuni. Metode ilmiah merupakan teknik merumuskan pertanyaan dan menjawab pertanyaan melalui kegiatan observasi, mencoba melaksanakan aktivitas, atau melaksanakan percobaan. Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran semua mata pelajaran meliputi menggali informasi, menyajikan data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-siafat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat non-ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran. 1. Mengamati Kegiatan mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media objek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang dan pelaksanaannya cukup mudah. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peseta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek yang dianalisis dengan materi pemebelajaran yang digunakan oleh guru. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah seperti berikut ini. a. Menentukan objek yang akan diobservasi. b. Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi. c. Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder. d. Menentukan dimana tempat objek yang akan diobservasi. e. Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar. f. Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi, seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya. Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh guru dan peserta didik selama observasi pembelajaran, yaitu: • Cermat, objektif, dan jujur serta terfokus pada objek yang diobservasi untuk kepentingan pembelajaran. • Banyak atau sedikit serta homogenitas atau heterogenitas subjek, objek, atau situasi yang diobservasi.makin banyak dan heterogen subjek, objek atau situasi yang diobservasi, makin sulit kegiatan observasi itu dilakukan. Sebelum observasi dilaksanakan, guru dan peserta didik sebaiknya menentukan dan menyepakati cara dan prosedur pengamatan. • Guru dan peserta didik perlu memahami apa yang hendak dicatat, direkam, dan sejenisnya, serta bagaimana membuat catatan atas perolehan observasi. Dalam kegiatan mengamati, guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, mengamati, membaca, mendengar, menyimak (tanpa dan dengan alat). 2. Menanya Guru harus mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhnya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik. Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyata, pertanyaan dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal. Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk: 1) Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi. 2) Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar. 3) Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu. 4) Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan. 5) Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.  Kriteria Pertanyaan yang baik Berikut ini merupakan beberapa kriteria pertanyaan yang baik, sebagai patokan untuk bertanya dalam proses pembelajaran. 1) Singkat dan jelas 2) Menginspirasi jawaban 3) Memiliki fokus 4) Bersifat probing atau divergen 5) Bersifat validatif atau penguatan 6) Memberi kesempatan peserta didik untuk berpiikir ulang 7) Merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif 8) Merangsang proses interaksi 3. Menalar a. Esensi menalar Menalar adalah salah satu istilah dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penalaran non ilmiah tidak selalu tidak bermanfaat. Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating, bukan merupakan terjemahan dari reasoning, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemampuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragan peristiwa untuk kemudian memasukkannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia. Proses itu ddikenal sebagai asosiasi atau menalar. b. Cara menalar Terdapat dua cara menalar, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari fenomena atau atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum. Jadi, menalar secara induktif adalah proses penarikan simpulan dari kasus-kasus yang bersifat nyata secara individual atau spesifik menjadi simpulan yang bersifat umum. Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada observasi indrawi atau pengalaman empiris. Sedangkan penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus. 4. Mengolah Pada tahapan mengolah ini peserta didik sedapat mungkin dikondisikan belajar secara kolaboratif. Pada pembelajaran kalobaratif kewenangan guru fungsi guru lebih bersifat atau manajer belajar, ebaliknya, peserta didiklah yang harus lebih aktif. Jika pembelajaran kalobaratif diposisikan sebagai satu falsafah pribadi, maka menyentuh tentang identitas peserta didik terutama jika mereka berhubungan atau berinteraksi dengan yang lain atau guru. Dalam situasi kalaboratif itu, peserta didik berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing dengan cara semacam ini akan tumbuh rasa aman, sehingga memungkinkan peserta didik menghadapi aneka perubahan dan tuntutan belajar secara bersama-sama. Peserta didik secara bersama-sama, saling bekerja sama, saling membantu mengerjakan hasil tugas terkait dengan materi yang sedang dipelajari (kegiatan elaborasi). 5. Mencoba Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau autentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau subtansi yang sesuai. Pada pelajaran IPA , misalnya, siswa dituntut untuk melakukan percobaan atau mengamati suatu proses dan hasilnya. Contohnya untuk mempelajari materi fotosintesis, siswa diminta untuk merancang percobaan dan mengamati proses dari percobaan itu serta mencatat semua hasilnya berdasarkan petunjuk praktikum yang telah disediakan guru. Metode mencoba ini bertujuan untuk membekali siswa dengan metode ilmiah. Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan eksperimen atau mencoba dilakukan melalui tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Ketiga tahapan eksperimen atau mencoba dimaksud dijelaskan berikut ini. a. Persiapan  Menetapkan tujuan eksprimen.  Mempersiapkan alat atau bahan.  Mempersiapkan yempat eksprimen sesuai dengan jumlah peserta didik serta alat atau bahan yang tersedia. Disini guru perlu menimbang apakah peserta didik akan melaksanakan eksprimen atau mencoba secara serentak, atau di bagi menjadi beberapa kelompok secara parallel atau bergiliran.  Mempertimbangkan masalah keamanan dan kesehatan agar dapat memperkecil atau menghindari risiko yang mungkin timbul.  Memberikan penjelasan mengenai apa yang harus di perhatikan dan tahapan-tahapan yang harus di lakukan peserta didik, termasuk hal-hal yang dilarang atau membahayakan. b. Pelaksanaan.  Selama peruses eksprimen atau mencoba, guru ikut membimbing dan mengamati proses percobaan. Disini guru harus memberikan dorongan dan bantuan terhadap kesulitan-kesuliatan yang di hadapi oleh peserta didik agar kegiatan itu berasil dengan baik.  Selama proses eksprimen atau mencoba, guru hendaknya memperhatikan situasi secara keseluruhan, termasuk membantu mengatasi dan memecahkan masalah-masalah yang akan meng hambat kegiatan pembelajaran. c. Tindak Lanjut  Peserta didik mengumpulkan laporan hasil eksprimen kepada guru.  Guru memeriksa hasil eksprimen peserta didik.  Guru memberikan umpan balik kepada peserta didik atas hasil eksprimen.  Guru dan peserta didik mendiskusikan masalah-masalah yang di temukan selama eksprimen.  Guru dan peserta didik memeriksa dan menyimpan kembali segala bahan dan alat yang di gunakan 6. Menyimpulkan Kegitan menyimpulkan merupakan kelanjutan dari kegiatan mengolah bisa dilakukan bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok, atau bisa juga dengan di kerjakan sendiri setelah mendengarkan hasil kegiatan mengolah informasi. Aktivitas menyimpulkan tidak lain dari menjawab pertanyaan pokok dari tujuan utama kegiatan atau proses pembelajaran. 7. Menyajikan Hasil tugas yang telah dikerjakan bersama-sama secara kolaboratif dapat disajikan dalam bentuk laporan tertulis dan dapat disajikan sebagai slah satu bahan untuk portofolio kelompok dan atau individu yang sebelumnya dikonsultasikan terlebih dulu kepada guru. Pada tahapan ini, walaupun tugas dikerjakan secara kelompok, tetapi hasil pencatatan dilakukan oleh masing-masing individu, sehingga portofolio yang dimasukkan ke dalam file atau map peserta didik terisi dari hasil pekerjaannya sendiri secara individu. 8. Mengomonikasikan Pada kegiatan akhir diharapkan peserta didik dapat mengomonikasikan hasil pekerjaan yang telah disusun, baik secara bersama-sama dalam kelompok dan atau secara individu dari hasil kesimpilan yang telah dibuat bersama. Kegiatan mengomonikasikan ini dapat dilakukan dalam bentuk pajangan atau bisa melalui presentasi. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Pendekatan scientific dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Pendekatan pembelajaran ilmiah menekankan pada pentingnya kolaborasi dan kerja sama di antara peserta didik dalam menyelesaikan setiap permasalahan dalam pembelajaran. Oleh karena itu, guru sedapat mungkin menciptakan pembelajaran selain dengan tetap mengacu pada standar proses di mana pembelajarannya diciptakan dengan suasana yang memuat eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, juga dengan mengedepankan kondisi peserta didik yang berperilaku ilmiah dengan bersama-sama diajak mengamati, menanya, menalar, merumuskan, menyimpulkan, dan mengomunikasikan. Dengan demikian, peserta didik akan menguasai materi yang dipelajari dengan baik dan benar. Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran. B. Saran Puji syukur Alhamdulillah, selesai sudah makalah ini. Namun kami sadari bahwa dalam makalah kami ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Maka dari itu kritik dan saran dari pembaca sangatlah kami harapkan

0 comments:

Post a Comment

Metode Dakwah

Daftar Isi KATA PENGANTAR 1 BAB I 3 PENDAHULUAN 3 A. Latar Belakang Masalah 3 B. Pembatasan Masalah 3 C. Rumusan Masalah 4 D. Tujuan Penulis...