About

Sunday 21 October 2018

DAMPAK TEORI KEPRIBADIAN MENURUT EYSENK

DAMPAK TEORI KEPRIBADIAN MENURUT EYSENK TERHADAP PENDIDIKAN TUGAS RESUME Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Kepribadian oleh Bapak Fathol Haliq, M.Si. Di susun oleh: Nama : Badrud Tamam NIM :18201501010033 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN 2017 Dampak Teori kepribadian menurut eysenk terhadap pendidikan A. Kepribadian menurut Eysenk Kepribadian adalah sebenarnya merupakan seluruh potensi tingkah laku individu yang ditentukan oleh faktor keturunan dan lingkungan. Kepribadian individu berasal dan berkembang oleh adanya interaksi empat faktor, yaitu inteleginsi, karakter, temperamen, dan somatic. B. Dimensi Kepribadian Tiga dimensi kepribadian Eysenck adalah Ekstraversi (E), Neurotisme (N), dan Psikotik (P). Eysenck berargumen bahwa setiap faktor memenuhi empat kriteria yang ia berikan untuk mengidentifikasikan dimensi kepribadian. 1. Ekstraversi Konsep yang dimiliki Eysenck mengenai ekstraversi dan introversi lebih dekat dengan penggunaan popular dari kedua istilah ini. Orang-orang ekstrover mempunyai karakteristik utama, yaitu kemampuan bersosialisasi dan sifat impulsif, senang bercanda, penuh gairah, cepat dalam berpikir, optimis, serta sifat-sifat lain yang mengindikasikan orang-orang yang menghargai hubungan mereka dengan orang lain. Orang-orang introvert mempunyai karakteristik sifat-sifat yang berkebalikan dari mereka yang ekstrover. Mereka dapat dideskripsikan sebagai pendiam, pasif, tidak terlalu bersosialisasi, hati-hati, tertutup, penuh perhatian, pesimistis, damai, tenang, dan terkontrol. Akan tetapi, menurut Eysenck, perbedaan paling mendasar antara ekstraversi dan introversi bukan terletak pada perilaku, melainkan pada sifat dasar biologis dan genetiknya. Eysenck yakin bahwa penyebab utama perbedaan antara orang ekstrover dan introvert adalah tingkat rangsangan kortikal-suatu kondisi fisiologis yang sebagian besar diwariskan secara genetic daripada dipelajari.oleh karena orang ekstrover mempunyai tingkat rangsangan kortikal yang lebih rendah daripada yang introvert, mereka mempunyai ambang sensoris yang lebih tinggi sehingga akan bereaksi lebih sedikit pada stimulus sensoris. Sebaliknya, orang-orang introvert mempunyai karakteristik berupa tingkat rangsangan kortikal yang lebih tinggi, sehingga mempunyai ambang sensoris yang lebih rendah dan mengalami reaksi yang lebih banyak pada stimulus sensoris. 2. Neurotisme Seperti ekstraversi-introversi, neurotisisme-kestabilan mempunyai komponen hereditas yang kuat. Eysenck menyatakan bahwa beberapa penelitian yang menemukan bukti dasar genetik dari trait neurotik, seperti gangguan kecemasan, histeria, dan obsesif- kompulsif. Juga ada keseragaman antara orang kembar-identik lebih dari kembar- fraternal dalam hal jumlah tingkah laku antisosial dan asosial seperti kejahatan orang dewasa, tingkah laku menyimpang pada anak-anak, homoseksualitas, dan alkoholisme. Orang-orang yang mempunyai skor tinggi dalam neurotisme mempunyai kecenderungan untuk bereaksi berlebihan secara emosional, dan mempunyai kesulitan untuk kembali ke kondisi normal setelah tersimulasi secara emosional. Mereka sering mengeluhkan gejala-gejala fisik, seperti sakit kepala dan sakit punggung, serta mempunyai masalah psikologis yang kabur, seperti kekhawatiran dan kecemasan.Akan tetapi, neurotisme tidak selalu mengindikasikan suatu neurosis dalam artian tradisional dari istilah tersebut. Orang dapat saja mempunyai skor tinggi dlam neurotisme, tetapi terbebas dari gejala psikologis yang bersifat menghambat. Neurotisme dapat dikombinasikan dengan titik-titik yang berbeda-beda dalam skala ekstravers, tidak ada satu sindrom yang dapat mendefinisikan perilaku neurotis.Teknik analisis factor Eysenck mengasumsikan indepedensi factor-faktor, yaitu bahwa skala neurotisme mempunyai sudut siku-siku dengan skala ekstraversi (mengindikasikan kolerasi nol). Oleh karna itu, beberapa orang dapat mempunyai skor yang tinggi dalam skala N, tetapi menunjukkan gejala-gejala yang berbeda, bergantung pada derajat ekstraversi atau introversi mereka. Beriut gambar hubungan Ekstrover-Introver dan Neurotisme-Kestabilan. 3. Psikotik Teori awal Eysenck mengenal kepribadian didasrai oleh dua dimensi kepribadian- ekstraversi dan neurotisme. Setelah beberapa tahun merujuk psikotik (P) secara tidak langsung sebagai faktor independen kepribadian, Eysenck akhirnya menaikkannya ke posisi yang setara dengan E dan N. Seperti ekstraversi dan neurotisme, P adalah faktor yang bersifat bipolar, dengan psikotik dalam satu kutub dan superego dalam kutub yang lainnya. Orang dengan skor P tinggi biasanya egosentris, dingin, tidak mudah menyesuaikan diri, impulsif, kejam, agresif, curiga, psikopatik, dan antisosial. Orang dengan skor psikopatik yang rendah (yang mengarah pada fungsi superego) cenderung bersifat altruis, mudah bersosialisasi, empati, peduli, kooperatif, mudah menyesuaikan diri, dan konvensional. Eysenck memiliki hipotesis bahwa orang-orang yang memiliki skor psikotik yang tinggi mempunyai “predisposisi untuk menyerah pada stres dan mempunyai penyakit psikotok” yang tinggi. Model diatesis-stres ini mengidendikasikan bahwa orang-orang yang mempunyai skor P yang tinggi, secara genetis lebih rentan terhadap stres dari pada yang mempunyai skor P yang rendah. Pada periode stres yang rendah, orang dengan skor P tinggi masih dapat berfungsi dengan normal, tetapi saat tingkat psikotik yang tinggi berinteraksi dengan kadar stres yang juga tinggi, orang tersebut menjadi lebih rentan terhadap gangguan psikotik. Sebaliknya, orang dengan skor P rendah tidak terlalu rentan pada psikosis yang berhubungan dengan stres, dan mungkin tidak akan mengalami kehancuran secara psikotik pada periode stres yang ekstrem. Menurut Eysenck, semakin tinggi skor psikotik, semakin rendah kadar stres yang dibutuhkan untuk menimbulkan reaksi psikotik. Dengan demikian, pandangan Eysenck terhadap kepribadian memperbolehkan setiap orang untuk diukur dalam tiga faktor yang independen, dan skor yang dihasilkan akan dipetakan pada ruang dengan tiga koordinat. Sebagai contoh, orang F pada gambar dibawah memiliki skor yang cukup tinggi pada superego, tinggi pada ekstraversi, dan berada mendekati titik tengah pada skala neurotisme/stabilitas. Dalam bentuk yang serupa, skor dari masing-masing orang dapat di dalam ruang tiga dimensi. C. Dampak teori kepribadian Eysenk Dari penjelasan diatas dapatlah diambil kesimpulan beberapa dampak kepribadian menurut Eysenk yang sudah menjadi temuan riset terhadap pendidikan. Hasil penelitian ini berupa keadaan siswa atau mahasiswa yang mempunyai kepribadian ekstrover atau introver. Kebiasaan ekstrover dan introver menjadi perhatian khusus bagi para mahasiswa. Riset tersebut menguji apakah perbedaan kepribadian tersebut diasosiasikan dengan perbedaan pemilihan dan bagaimana cara belajar. Sesuai dengan teori perbedaan individual Eysenk, ditemukan beberapa hal berikut: 1. Siswa ekstrover lebih sering memilih belajar dilokasi perpustakaan yang memberikan stimulasi eksternal disbanding siswa introver. 2. Ekstrover mengambil istirahat belajar yang lebih banyak disbanding introver. 3. Ekstrover memilih tingkat suara yang lebih tinggi dan peluang sosialisaiyang lebih banyak dibandingkan introver. Jadi, dengan adanya teori kepribadian Eysenk guru dapat mengetahui apa hal yang cocok bagi siswa yang ia ajarkan. Guru dapat mengembangkan motivasi siswa dengan menciptakan suatu lingkungan belajar yang menyenangkan dan memotivasi siswanya. Guru harus jeli dalam melihat kelompok siswa yang ada dikelasnya, apakah tipe individualis, kooperatif, atau kompetitif. Daftar Pustaka Prawira, Purwa Atmaja, psikologi kepribaian, Jogjakarta: Ar-ruzz Media,2013. Pervin, Lawrence A., Psikologi kepriadian, teori dan penelitian, Jakarta: Prenada Media Group, 2004.

0 comments:

Post a Comment

Metode Dakwah

Daftar Isi KATA PENGANTAR 1 BAB I 3 PENDAHULUAN 3 A. Latar Belakang Masalah 3 B. Pembatasan Masalah 3 C. Rumusan Masalah 4 D. Tujuan Penulis...